Ketua PAFI Ungkap Peluang dan Tantangan Kehumasan di Tahun 2023
Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) Agung Laksamana menjelaskan peluang sekaligus tantangan industri kehumasan di tahun 2023. Ia mengungkapkan bahwa industri humas berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi.
“Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia ini akan tumbuh 5%, maka industri humas, marketing, advertising pun Insya Allah akan tumbuh hampir kurang lebih sama dengan 5%,” kata Agung dalam Corporate Communications Talks yang digelar The Iconomics pada Kamis (19/01/2023).
Agung mengungkapkan hal ini dibuktikan pada saat Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi di tahun ketidakpastian ini, para public relations, agency, konsultan pun mengalami perkembangan pendapatan.
“Malah beberapa teman-teman di PR agency menolak-nolakin klien karena makin banyak klien dari global dan lokal juga semakin tumbuh berkembang,” jelas Ketua PAFI ini.
Di tahun 2023 ini, Indonesia akan menjadi tuan rumah pada beberapa ajang global seperti KTT Asean 2023, Chairmanship Mayors and Governors Meeting of the Asean Capital, dan FIFA U-20 World Cup 2023. Tentu hal ini menjadi peluang untuk para humas maupun para agensi karena akan semakin aktif dalam keikutsertaan event.
“Dari kacamata industri kehumasan adalah potensi yang sangat besar, bagi para praktisi maupun konsultasi PR,” katanya.
“Karena mau ga mau PR tidak hanya fokus pada aspek kehumasan dan komunikasi semata kita harus lebih dari itu karena posisi PR di tahun 2023 semakin ekspansif, ekspektasi orang terhadap PR itu semakin besar di tahun 2023 dibanding tahun-tahun sebelumnya,” lanjutnya menerangkan.
Tak hanya membicarakan tentang peluang, Agung juga menjelaskan tantangan yang akan dihadapi para humas di tahun 2023. Mengingat akan adanya berbagai macam event, tentu akan semakin meramaikan pemberitaan media.
“Nanti biasanya akan muncul hoax, media abal-abal, ada fake news, serta narasi-narasi pesimisme mengenai Indonesia yang bisa menimbulkan keresahan,” tambahnya.
Adapun tantangan tersebut, Agung jelaskan harus segera diantisipasi semua praktisi public affair lintas sektoral dan memerlukan kode etik yang keras, kode etik yang harus dijalankan semua praktisi untuk melawan fake news.