Kuartal I-2020, Pendapatan dan Laba Bersih United Tractors Menukik Tajam

0
671
Reporter: Petrus Dabu

Lesunya sektor pertambangan batu bara, alat berat dan konstruksi sepanjang tiga bulan pertama tahun ini membuat kinerja keuangan PT United Tractors Tbk (UNTR) menukik tajam. Baik pendapatan maupun laba bersihnya turun drastis.

Mengutip laporan keuangan dan siaran pers yang dipublikasikan manajemen UNTR, pendapatan pada Januari-Maret 2020 sebesar Rp 18,31 triliun, anjlok 19,04%, dari Rp 22,62 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

“Masing-masing unit usaha yaitu: Mesin Konstruksi, Kontraktor Penambangan, Pertambangan Batu Bara, Pertambangan Emas dan Industri Konstruksi secara berturut-turut memberikan kontribusi sebesar 24%, 45%, 18%, 11% dan 3% terhadap total pendapatan bersih konsolidasian,” tulis manajemen dalam siaran persnya yang dikutip Iconomics, Selasa (28/4).

Untuk unit usaha Mesin Konstruksi, sampai dengan bulan Maret 2020, volume penjualan alat berat Komatsu tercatat sebanyak 617 unit atau turun 48% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 sebanyak 1.181 unit.

Pendapatan perseroan dari penjualan suku cadang dan jasa pemeliharaan alat berat turun sebesar 21% menjadi Rp 1,7 triliun. Penjualan UD Trucks mengalami penurunan dari 161 unit menjadi 73 unit, dan penjualan produk Scania turun dari 148 unit menjadi 64 unit.

Baca Juga :   Pendapatan Naik Tipis, Laba Tahun Berjalan PT Kereta Api Indonesia Turun Tajam

“Penurunan penjualan UD Trucks dan Scania karena pengaruh penurunan harga batu bara dimana kedua produk tersebut banyak digunakan di sektor pertambangan,” tulis manajemen UNTR.

Secara keseluruhan pendapatan lini bisnis Mesin Konstruksi turun sebesar 36% menjadi Rp 4,3 triliun dibandingkan Rp 6,8 triliun pada kuartal pertama tahun 2019.

Kelesuhan juga terjadi pada unit usaha Kontraktor Pertambangan yang dijalankan oleh PT Pamapersada Nusantara (PAMA). Sepanjang tiga bulan pertama tahun 2020, PAMA membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 8,2 triliun atau turun 14% dibanding tahun lalu. PAMA mencatat penurunan volume produksi batu bara dari 30,6 juta ton menjadi 27,9 juta ton, sedangkan volume pekerjaan pemindahan tanah (overburden removal) turun dari 234,3 juta bcm menjadi 212,2 juta bcm.

Penjualan batubara dari unit usaha Pertambangan Batubara yang dijalankan oleh PT Tuah Turangga Agung (TTA) memang naik. Total penjualan batubara sampai triwulan pertama tahun 2020 mencapai 3,2 juta ton atau meningkat sebesar 25% dari 2,5 juta ton pada periode yang sama tahun 2019. Tetapi,  pendapatan unit usaha pertambangan batubara turun sebesar 7% menjadi Rp 3,4 triliun karena penurunan rata-rata harga jual batu bara.

Baca Juga :   Ekonomi Sedang Lesu, Kinerja Erajaya Justru Kembali Moncer

Unit usaha perseroan di bidang pertambangan emas dijalankan oleh PT Agincourt Resources yang mengoperasikan tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sampai dengan Maret 2020 total penjualan emas dari tambang emas Martabe sebanyak 95.000 ons, sedangkan pendapatan bersih unit usaha Pertambangan Emas sampai dengan Maret 2020 sebesar Rp2,0 triliun.

UNTR juga bermain di industri konstruksi melalui PT Acset Indonusa Tbk (ACSET)  yang sahamnya sebanyak 50,1% dimiliki oleh PT Karya Supra Perkasa (KSP), anak perusahaan UNTR.

Sampai dengan triwulan pertama tahun 2020, ACSET membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 475 miliar atau turun 41% dari sebelumnya sebesar Rp 802 miliar pada periode yang sama tahun 2019. ACSET juga mencatat rugi bersih sebesar Rp 124 miliar, dari sebelumnya mencatat rugi bersih sebesar Rp 91 miliar pada periode yang sama di tahun 2019. Hal ini dikarenakan bertambahnya biaya atas keterlambatan proyek berjalan dan peningkatan biaya keuangan akibat mundurnya penerimaan pembayaran proyek contractor pre-financing (CPF).

Baca Juga :   Bukannya Mengencang, Bisnis Dua Emiten Rumah Sakit Ini Malah Ikutan Melemah di Tengah Pandemi

Sejalan dengan penurunan pendapatan, laba bersih yang diperoleh UNTR juga menurun drastis. Laba bruto perseroan turun sebesar 25% dari Rp 5,7 triliun menjadi Rp 4,3 triliun. Adanya kerugian nilai tukar mata uang asing, membuat laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk (laba bersih) turun 40% menjadi Rp 1,8 triliun dari Rp 3,1 triliun pada periode yang sama tahun 2019. Jumlah kerugian akibat selisih kurs tercatat sebesar Rp 557,75 miliar, meningkat dibandingkan rugi kurs periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 107,77 miliar.

Leave a reply

Iconomics