APBN 2023, Optimis Sekaligus Waspada di Tengah Kondisi Global yang Tak Menentu

0
389

Pemerintah Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 sebesar 5,3%. Target tersebut terbilang optimis di tengah proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun depan yang hanya 2,9% oleh IMF.

Karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, memang Indonesia harus bekerja keras untuk mencapai target pertumbuh ekonomi 5,3% tersebut.

” [Target] growth kita di 5,3%, ini tentu membutuhkan suatu kerja keras kalau tadi dunia mengalami pelemahan seperti yang diprediksi atau diproyeksikan oleh IMF. Jadi, kita harus tetap menjaga source of growth atau sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa sore (16/8).

Pemerintah juga memasang perkiraan inflasi di level 3,3%. Padahal, saat ini inflasi Indonesia sudah menyentuh level 4,9% yoy per Juli 2022. Namun, Sri Mulyani mengatakan target inflasi tahun 2023 tersebut berdasarkan tren harga komoditas yang cenderung menurun saat ini, meskipun masih volatile atau bergejolak.

Perkiraan harga komoditas yang menurun pada tanun 2023 ini terlihat juga dari asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang sebesar US$90 per barel, lebih rendah dari ICP tahun 2022 ini yang diperkirakan berada di rentang US$95 hingga US$105 per barel.

Baca Juga :   Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Diproyeksikan Mencapai 5,3%

“Sampai dengan Juli, rata-rata harga minyak 2022, adalah US$104,9 per barel. Jadi, kalau tahun depan US$90 per barel, itu kita berausmsi dengan [ekonomi] dunia yang lebih menurun growth-nya, maka permintaan terhadap minyak juga mungkin lebih soft dan ini akan menimbulkan pressure yang lebih rendah dan harga minyak menjadi lebih rendah,” ujar Sri Mulyani.

Karena itu, Sri Mulyani menambahkan tema APBN tahun 2023 adalah, di satu sisi optimis, tetapi di sisi lain tetap waspada. Optimis, jelasnya, berlandaskan pada capaian Indonesia selama 2,5 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus pulih pasca pandemi Covid-19 hingga berada di level 5,44% pada triwulan kedua 2022, dimana hampir semua sektor mulai pulih.

Sri Mulyani mengatakan, Indonesia juga optimis karena neraca pemabayaran Indonesia konsisten positif selama 26 bulan terakhir.

Di sisi lain, alram kewaspadaan juga tetap siaga. Karena dampak pandemi (scarring effect) masih terjadi pada beberapa sektor. Kondisi global, seperti inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melemah dan kondisi geopolitik yang tidak pasti juga menjadi sumber kewaspadaan.

Baca Juga :   Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Memang Terjaga Baik, Tetapi Kasus Silicon Valley Bank Patut Diwaspadai

“APBN 2023, dengan demikian, masih akan memegang peran pertama menjadi tools untuk meng-absorb shock yang mungkin terjadi, entah harga komoditas naik atau turun dan memitigasi risiko terutama risiko di dalam APBN sendiri yaitu utang dan defisit,” ujar Sri Mulyani.

APBN juga tetap berperan dalam menjaga risko yang dihadapi oleh masyarakat termasuk di sektor keuangan.

Dalam Rancangan APBN yang disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah mematok belanja negara sebesar Rp3.041,7 triliun yang meliputi, belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.230,0 triliun,serta Transfer ke Daerah Rp811,7 triliun.

Sementara, pendapatan negara dirancang sebesar Rp2.443,6 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.016,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp426,3 triliun.

Dengan demikian defisit APBN pada tahun 2023 kembali ke level maksimal 3% seperti diamanatkan Undang-Undang Keuangan Negara, setelah sejak 2020 berada di atas 3%. Defisit APBN 2023 diusulkan pemerintah sebesar  2,85% terhadap PDB atau Rp598,2 triliun.

Leave a reply

Iconomics