
Apkasindo Desak Penetapan Harga TBS Merujuk Referensi CPO Kemendag

Tangkapan layar, Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung/Iconomics
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menilai harga tender PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) menjadi penyebab utama turunnya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit saat ini. Penerapan harga TBS seharusnya menggunakan mekanisme yang diatur Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tahun 2015 tentang harga referensi minyak mentah sawit (CPO).
“Kalau kita lihat apa sebenarnya permasalahan ekspor sudah dicabut, pungutan ekspor juga sudah dihapus, tapi harga TBS masih anjlok. Jadi, saya lihat di sini bahwa memang faktanya, di negara kita ini sebenarnya sudah ada Permendag 55 Tahun 2015, di mana Permendag ini mengeluarkan referensi harga CPO Indonesia,” kata Gulat dalam sebuah diskusi virtual beberapa waktu lalu.
Gulat mengatakan, harga referensi Kemendag untuk periode Juni 2022 menempatkan harga CPO mencapai US$ 1.700 per ton. Jika dikurangi dengan berbagai biaya dan lain sebagainya, maka harga referensi Kemendag untuk CPO sekitar US$ 1.012 per ton atau jika dirupiahkan sekitar Rp 14.876 per kilogram (kg).
Sementara itu, kata Gulat, harga tender KPBN yang menjadi rujukan harga CPO petani di 22 provinsi untuk periode yang sama sekitar Rp 10.500 per kg. Untuk Juli 2022, harga referensi CPO Kemendag US$ 1.615 per ton. Setelah dikurangi berbagai biaya, maka didapatkan angka US$ 1.127 atau sekitar Rp 15.670 per kg sehingga harga TBS per Juli 2022 seharusnya Rp 3.313 per kg.
“Coba kita bandingkan tender KPBN yang harga CPO dinilai Rp 8.000 per ton, akhirnya harga TBS cuma Rp 1.600 per kg, dan riil di pabrik itu cuma Rp 950 per kg, tidak lebih dari Rp 1.000 per kg dibeli. Ini yang menjadi pertanyaan, kenapa masih ada tender yang menjadi rujukan, padahal negara sudah mengeluarkan Permendag 55 Tahun 2015,” ujar Gulat.
Karena itu, kata Gulat, penerapan harga TBS sawit dapat menggunakan harga referensi CPO Kemendag. Ini mirip ketika Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ingin menerapkan pajak kepada para petani sawit menggunakan referensi harga CPO Kemendag.
“Kemenkeu saja tidak pernah menggunakan tender KPBN ketika menetapkan pajak, tetapi menggunakan Permendag 55 Tahun 2015. Kenapa ketika ingin menetapkan pajak diambil harga tertinggi, tetapi ketika ingin menghitung harga TBS petani kami disuruh merujuk tender KPBN. Ini yang saya sebut tidak adil,” kata Gulat.
Gulat karena itu mendesak menjadikan Permendag Nomor 55 Tahun 2015 sebagai rujukan dalam penetapan harga TBS petani. Juga mengingatkan agar tidak lagi menggunakan mekanisme tender KPBN yang dinilai tidak kompetitif bagi para petani sawit di Indonesia.
“Kenapa ini menjadi rujukan TBS kami. Kami kan bernegara, harus berdasarkan kepada Permendag 55 Tahun 2015. Kami tidak mau patuh, karena mereka juga tidak patuh. Kalau mau patuh itu satu titik yaitu Permendag 55 Tahun 2015 yang setiap bulan mengeluarkan referensi harga TBS,” katanya.
Leave a reply
