BRI Minta Kelonggaran, OJK Masih Ogah Menaikkan Ketentuan BMPK

Holding Ultra Mikro yang dipimpin PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk bersama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Pegadaian berkontribusi meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia/Foto:Dok. BRI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tampaknya masih ‘ogah’ melonggarkan ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) untuk perusahaan dalam satu kelompok usaha yang sama.
Padahal, di sisi lain Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai holding ultra mikro berharap BMPK ini bisa dinaikkan dari 10% menjadi 30%, sehingga bisa menyalurkan pembiayaan yang lebih besar ke Pegadaian dan Permodalan Nasional Madani (PNM). Dengan menyalurkan pinjaman yang lebih besar ke kedua anggota holding ultra mikro itu, suku bunga pinjaman ultra mikro bisa lebih murah.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK mengatakan ketentuan BPMP seperti diatur dalam POJK Nomor 38/POJK.03/2019 tentang Perubahan atas POJK Nomor 32/POJK.03/2018 bertujuan “untuk mengatur portofolio kredit agar tidak terakumulasi pada satu kelompok/individual dalam memberikan kredit.”
Dian mengatakan “konsentrasi kredit pada kelompok/individual tertentu akan mengandung risiko sangat besar bagi bank.”
Ia juga mengatakan ketentuan BMPK dan Large Exposure telah mengikuti standar internasional dan OJK juga telah di-assess secara berkala oleh lembaga internasional (FSAP).
“Terkait dengan permintaan kelonggaran BMPK, OJK selalu mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kondisi industri perbankan di Indonesia dalam menghadapi berbagai situasi termasuk risiko yang dapat berdampak terhadap kinerja bank, yang dalam hal ini termasuk kebutuhan akan pengembangan kredit segmen Ultra Mikro,” ujarnya dalam jawaban tertulis merespons pertanyaan wartawan dalam konferensi pers, Senin (9/10).
Terkait suku bunga segmen ultra mikro di PNM dan Pegadaian yang masih tinggi, Dian mengatalkan “OJK mendorong sinergi melalui peningkatan peran BRI dalam penyediaan jaringan dan sarana pendukung yang dapat digunakan bersama yang dioptimalkan dengan pemanfaatan teknologi.”
Selain itu, tambah Dian, OJK telah menetapkan kebijakan agar bank melaporkan suku bunga dasar kredit sehingga masyarakat dapat mengetahui besaran suku bunga yang ditetapkan oleh perbankan termasuk pada segmen mikro.
Dalam catatan Theiconomics.com, Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo pernah menyampaikan salah satu ganjalan dalam pembentukan holding ultra mikro adalah peraturan OJK terkait BMPK.
Tiko mengatakan aturan perbankan menyebutkan bahwa BMPK kepada pihak terkait nilainya 10% dari modal.
“Kami dalam diskusi dengan OJK sudah menyampaikan bahwa kami akan mengajukan pengecualian bahwa khusus untuk Pegadaian dan PNM nanti kedepan kita upayakan semaksimal mungkin agar mendapatkan BMPK 30%,” ujar pria yang disapa Tiko ini saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9/2021).
Tiko mengatakan BMPK 30% memberikan ruang yang besar bagi BRI untuk bisa menyalurkan pembiayaan ke Pegadaian dan PNM. Dengan begitu, Pegadaian dan PNM bisa mendapatkan pembiayaan murah yang lebih besar dari Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI sehingga bisa menurunkan biaya dana di kedua perushaaan tersebut.
“Kami mohon dukungan agar bisa mendapatkan pengecualian BMPK khusus terkait dengan pembiayaan pihak terkait khusus Pegadaian dan PNM dari BRI sehingga optimasi pendanaan BRI untuk Pegadaian dan PNM itu bisa menurunkan juga biaya dana buat masyarakat sehingga bisa kita realisasikan dalam skala yang lebih besar lagi,” ujarnya.
Memang salah satu tujuan integrasi ketiga BUMN ini adalah agar Pegadaian dan PNM bisa mendapatkan dana murah dari BRI sehingga pada akhirnya bisa menyalurkan pembiayaan ke usaha mikro dengan bunga yang kecil juga.
Leave a reply

