Central Counterparty Diluncurkan pada Akhir September, Bank Indonesia dan 8 Bank Jadi Pemegang Saham
Bank Indonesia akan meluncurkan Central Counterparty, lembaga yang dibentuk untuk melakukan kliring atas transaksi di pasar uang dan pasar valas.
Pembentukan lembaga ini merupakan amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025, serta komitmen G20 OTC Derivatives Market Reform.
Peluncuran secara resmi “Kami rencanakan 30 September ini,” ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (12/9).
Selain Bank Indonesia, pemegang saham CCP adalah PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) serta 8 bank yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan PermataBank.
Perry mengatakan, selama ini transaksi repo (repurchase agreement) di pasar uang dilakukan secara bilateral antara masing-masing bank (Over the counter/OTC). Masing-masing pihak bertransaksi bilateral dengan infrastrukturnya masing-masing.
Transaksi OTC ini menimbulkan beberapa risiko seperti risiko kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty). Kemudian juga tidak efisien karena menggunakan infrastruktur masing-masing.
CCP, kata dia, memperbaiki aspek-aspek dalam bilateral trading yang mengandung risiko counterparty tadi.
“Dengan CCP agunanan (Repo) bisa jadi pool, menggunakan infrastruktur yang sama, sehingga volume transaksinya bisa lebih besar,” ujar Perry.
Karena itu, ia menambahkan, dari sisi pengembangan pasar uang dan pasar valas, CCP ini akan menjadi game changer dalam pengembangan pasar uang dan pasar valas.
Dengan adanya CCP, kata dia, diharapkan volume transaksi di pasar uang dan pasar valas lebih tinggi, dengan risiko kredit yang rendah dan pembentukan harga atau suku bunga lebih tinggi, sehingga diharapkan bisa menurunkan biaya utang pemerintah.
Dalam operasionalnya, CCP ini nanti akan menggunakan infrastruktur yang sudah tersedia yaitu milik PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) yang akan diinterkoneksikan dengan sistem Bank Indonesia dan bank. Penyelesaian akhir dilakukan melalui Real Time Gross Settlement (RTGS).
“Sekarang sedang onboarding test KPEI sama bank. Insyaallah itu bisa selesaikan dan juga penyiapan pelaporan CCP dan bank untuk nanti mendukung pengembangan CCP di pasar dan monitoring kami sebagai regulator,” ujarnya.
Dari sisi produk, pada tahap awal produk yang ditransaksikan melalui CCP ini adalah Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) yang saat ini masih menggunakan infrastruktur (Over the counter/OTC).
“Itu kenapa risikonya tinggi, terjadi volatilitas dan volumenya nggak banyak. Sehingga kami akan mendorong CCP ini mulai dari DNDF sehingga itu bisa memperdalam pasar valas,” ujar Perry.
Selanjutnya, tambah Perry, CCP ini akan dikembangkan untuk transaksi Repo, Interest rate swap (IRS) maupun overnight index swap (OIS) dan produk-produk lainnya.
“Penentuan pricing-nya juga kami akan mulai bersama-sama Asosiasi untuk mengembangkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) juga Indonesia Overnight Index Average (IndoNIA),” ujarnya.