Di Masa Pandemi, Humas dan Jurnalis Dinilai Penting Bekerja Sama dengan Baik

0
729
Reporter: Rommy Yudhistira

Pemberitaan yang dihasilkan media massa dengan informasi yang merupakan produk dari media sosial seperti aplikasi perpesanan Whatsapp memiliki beberapa perbedaan mendasar. Berita hasil produk media massa, misalnya, bermain di ranah kemanusiaan.

“Bermain di ranah kaki ke lapangan untuk membuktikan fakta yang ada,” kata Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Tri Agung Kristanto dalam sebuah diskusi virtual yang digelar The Iconomics beberapa waktu lalu.

Tri mengatakan, seorang jurnalis yang mendapatkan informasi dari lapangan lalu diolah hingga menjadi suatu berita, harus mengedepankan dan terikat dengan moralitas. Juga harus berpedoman kepada etika dan undang undang (UU) yang mengatur tentang hal tersebut.

“Wartawan di media massa itu tidak boleh bohong, karena ada kode etik jurnalistik, ada 10 elemen jurnalisme yang mengendalikannya. Ada UU Pers, ada begitu banyak aturan, termasuk aturan internasional yang kemudian harus membuat seorang wartawan itu bekerja di ranah kemanusiaan dengan hati, otak, dan moralitasnya,” ujar Tri.

Berbicara bisnis media saat ini, kata Tri, tidak lagi sekadar mengandalkan pemasangan iklan seperti model bisnis yang dulu pernah berjalan. Bisnis media di era digital lebih mengedepankan kepada 5 hal yaitu bisnis, konvensional, bisnis konten, bisnis komunikasi, bisnis expertise dan bisnis pengaruh.

Baca Juga :   3 Tantangan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia

Media massa dalam perkembangannya, kata Tri, dari sisi kegiatan jurnalis tidak hanya soal mencari informasi dan menyajikan berita kepada publik. Seiring berjalannya waktu, media massa juga dapat melakukan analisis dan memaknai kembali fakta dan kebenaran yang diperoleh seorang jurnalis.

“Jurnalisme tumbuh dan bercabang seperti jurnalisme data, jurnalisme keberencanaan, jurnalisme presisi seperti yang dikembangkan Philip Meyer, jurnalisme budaya, jurnalisme solusi, dan jurnalisme warga,” ujar Tri.

Di masa pandemi Covid-19, kata Tri, kegiatan jurnalisme terhambat akibat adanya pembatasan gerakan. Dalam konteks ini, hubungan antara humas dengan jurnalis menjadi penting untuk menjalin komunikasi agar tetap berjalan dengan baik.

“Pandemi dan krisis adalah saat menabur kebaikan dan terus mengenalkan produk dan diri, tentu saja dengan tetap mengingat posisi dan kondisi media dan wartawan, pekerjaan kaki, laku moral, dan menjunjung tinggi kemanusiaan. BUMN/BUMD punya peluang besar, karena pemerintahlah gantungan masyarakat saat pandemi,” kata Tri.

Selain itu, kata Tri, praktisi humas harus dapat mengenali media yang akan dituju dan karakteristik media itu. Dengan demikian, jaringan dalam membangun relasi dapat sesuai dengan target yang ingin dicapai.

Baca Juga :   Kadin Sebut 2 Tantangan Besar Pemerintah Pulihkan Sektor Riil

“Tak ada gunanya membanjiri konten atau ide menarik, tetapi potensinya untuk bisa tampil di media serta membangun citra perusahaan atau merek belum jelas. Terus membangun silaturahmi dengan media. Konten yang kurang, atau ide yang terlalu sederhana, bahkan tak ada wacana, tetap bisa terlahir sesuatu sepanjang kita masih sama-sama bernapas,” katanya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics