Ekspor Dua Komoditas Unggulan RI Mengalami Penurunan pada Mei 2024
Meski secara umum, nilai ekspor Indonesia pada Mei 2024 mengalami kenaikan, baik secara bulanan (month to month) maupun secara tahunan (year on year), tetapi nilai ekspor dua komoditas unggulan Indonesia, yaitu batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, mengalami penurunan.
“Nilai ekspor batu bara turun sebesar 4,04% secara bulanan dan 16,85% secara tahunan. Nilai ekspor CPO dan turunannya turun 22,19% secara bulanan dan 27,11% secara tahunan,” papar M.Habibullah, Deputi Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/6).
Nilai ekspor batu bara pada Mei 2024 mencapai US$2,50 miliar, dari sebesar US$2,61 miliar pada April 2024 dan US$3,01 miliar pada Mei 2023.
Sementara nilai ekspor CPO dan turunannya pada Mei 2024 sebesar US$1,08 miliar, dari sebesar US$1,39 miliar pada April 2024 dan US$1,49 miliar pada Mei 2023.
Tanpa memerinci nilainya, Habibullah menyampaikan penurunan ekspor batu bara secara bulanan terutama untuk ekspor batu bara ke India dan Filipina. Sementara untuk CPO dan turunannya, penurunan ekspor terjadi ke India dan Pakistan.
Sementara itu, tambah Habibullah, ekspor besi dan baja – juga merupakan komoditas ekspor unggulan dari Indonesia – masih mengalami peningkatan, baik secara bulanan mapun tahunan.
Nilai ekspor besi dan baja pada Mei 2024 mencapai US$2,2 miliar. Secara bulanan, nilai ekspor besi dan baja ini naik 1,22% dari US$2,17 miliar pada April 2024. Sementara secara tahunan, nilai ekspor besi dan baja naik 8,3% dari US$2,03 miliar pada Mei 2023.
Batu bara, besi dan baja serta CPO dan turunannya memberikan kontribusi sebesar 27,66% terhadap total ekspor non migas Indonesia pada Mei 2024.
Secara keseluruhan, nilai ekspor Indonesia pada Mei 2024 mencapai US$22,33 miliar atau naik sebesar 13,82% secara bulanan dan naik 2,86% secara tahunan.
Pada Mei 2024, total ekspor non migas sebesar US$20,91 miliar. Jika dirinci menurut sektor, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan berkontribusi sebesar US$0,45 miliar; sektor pertambangan sebesar US$4,21 miliar; dan sektor industri pengolahan sebesar US$16,30 miliar.
Nilai ekspor non migas seluruh sektor mengalami peningkatan secara bulanan. Peningkatan ini utamanya terjadi pada sektor industri pengolahan yang naik sebesar 16,40%.
Peningkatan secara bulanan ini utamanya disebabkan oleh meningkatanya nilai ekspor barang nikel, peralatan listrik lainnya serta barang perhisaan dan barang berharga.
Secara tahunan, semua sektor mengalami peningkatan kecuali sektor pertambangan dan lainnya yang mengalami penurunan sebesar 5,05%. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan ekspor komoditas batu bara.
Secara kumulatif atau dari Januari hingga Mei, total nilai ekspor Indonesia mencapai US$104,25 miliar, turun 3,52% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Ekspor non migas mencapai US$97,58 miliar, turun 3,84% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Neraca Dagang Masih Surplus
Neraca perdagangan Indonesia masih melanjutkan tren surplus baik secara bulanan maupun kumulatif, yang terjadi karena nilai ekspor lebih besar dibandingkan nilai impor.
Pada Mei 2024, nilai impor Indonesia tercatat sebesar US$19,40 miliar, naik sebesar 14,82% secara bulanan, tetapi turun sebesar 8,83% secara tahunan.
Nilai impor migas pada Mei 2024 sebesar US$2,75 miliar, turun sebesar 7,91% secara bulanan dan turun sebesar 12,34% secara tahunan.
Sementara nilai impor non migas mencapai US$16,65 miliar, naik 19,70% secara bulanan, tetapi secara tahunan turun sebesar 8,23%.
Secara kumulatif hingga Mei 2024, total nilai impor mencapai US$91,19 miliar, turun 0,42% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Dengan demikian, neraca perdagangan barang pada Mei 2024 mencatatkan surplus sebesar US$2,93 miliar, naik US$0,21 miliar dibandingkan surplus April 2024.
Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 49 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Surplus Mei 2024 ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu,” ujar Habibullah.
Pada Mei 2024, perdagangan Indonesia dengan beberapa negara mengalami surplus. Tiga yang terbesar adalah India (US$1,55 miliar), Amerika Serikat (US$1,21 miliar) dan Jepang (0,74 miliar).
“Surplus terbesar yang dialami dengan India didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, logam mulia dan perhiasan/permata, biji logam terak dan abu,” jelas Habibullah.
Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara. Tiga terdalam adalah Tiongkok (US$1,32 miliar), Australia (0,54 miliar) dan Thailand (US$0,32 miliar).
Defisit dengan Tiongkok, jelas Habibullah, didorong oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagianya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, plastik dan barang dari plastik.
Secara kumulatif, dari Januari hingga Mei 2024, surplus neraca perdagangan barang Indonesia mencapai US$13,06 miliar, turun sebesar US$3,41 miliar dibanding surplus pada periode yang sama tahun lalu.