Membedah Kasus Impor Gula di Kemendag: Administrasi, Pidana Umum atau Korupsi?
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut sedang ada “badai” di kementeriannya sebagai tanggapan atas penggeledahan yang dilakukan tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung). Penggeledahan itu terkait dengan dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2023.
Istilah “badai” yang digunakan Zulkifli itu sebagai bentuk dukungan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan Kejagung di Kemendag. Karena setahun terakhir ini berbagai kasus korupsi terus terjadi di Kemendag mulai dari minyak goreng, besi, garam dan lain sebagainya.
Karena itu, kata Zulkifli, pihaknya menjamin bahwa di bawah kepemimpinannya “badai” tersebut akan tuntas. Akan tetapi, proses penegakan hukum itu khususnya dugaan korupsi impor gula ini harus pula dilakukan sebagaimana mestinya dan membuat duduk perkaranya menjadi terang.
Hal tersebut dinilai penting karena Kejagung menjelaskan bahwa Kemendag diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah yang dimaksudkan diolah menjadi gula kristal putih kepada pihak-pihak yang tidak berwenang. Lalu, Kejagung juga menyebut Kemendag diduga memberi izin impor melebihi batas maksimal dari yang dibutuhkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penting melihat bagaimana sesungguhnya mekanisme impor gula yang ditetapkan Kemendag. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang Ketentuan Impor Gula tahun 2020 menjelaskan bahwa gula dapat diimpor untuk 2 tujuan yakni pemenuhan bahan baku industri; dan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula di dalam negeri.
Dari kedua tujuan itu, untuk pelaku usaha hanya bisa mengimpor gula untuk pemenuhan bahan baku industri. Sedangkan impor untuk stok dan stabilisasi harga gula merupakan kewenangan pemerintah.
Merujuk Permendag impor gula itu khususnya untuk pemenuhan bahan baku industri, maka pelaku usaha harus memenuhi berbagai syarat sebelum mendapatkan dokumen persetujuan impor dari Kemendag. Persyaratan tersebut meliputi nomor induk berusaha (NIB); rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (jenis, volume, pos tarif (HS), negara asal, pelabuhan tujuan, periode kebutuhan dan lain sebagainya); membuat pernyataan tidak menyalurkan gula kristal mentah dan gula kristal rafinasi yang diimpor itu ke pasar dalam negeri; dan pemberitahuan ekspor barang (PEB) atas produk yang menggunakan gula impor sebagai bahan baku atau bahan penolongnya.
Kemendag hanya menerbitkan dokumen persetujuan impor apabila pelaku usaha telah memenuhi persyaratan tersebut. Bahkan pelaku usaha sesuai Permendag tersebut diberikan kesempatan untuk memperbaiki permohonannya apabila ada penolakan secara elektronik. Permendag itu juga memuat sanksi kepada importir yang tidak memenuhi kewajibannya. Untuk diketahui, masa berlaku persetujuan impor paling lama hanya untuk 6 bulan.
Berdasarkan Permendag itu, maka peran Kemendag dalam hal menerbitkan persetujuan impor hanya soal administrasi. Maka dalam konteks dugaan korupsi impor gula yang sedang disidik Kejagung itu penting menjelaskan perbuatan melawan hukum apa yang dilakukan Kemendag karena kewenangannya hanya administrasi. Apakah ada pejabat yang menerima suap atau gratifikasi karena menerbitkan persetujuan impor walau tidak memenuhi syarat?
Di samping sanksi administrasi, Undang-Undang (UU) tentang Perdagangan tahun 2014 memuat sanksi pidana kepada eksportir dan importir yang nakal. Akan tetapi, perbuatan pidana tersebut menjadi kewenangan dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang berkoordinasi dengan Mabes Polri. Karenanya tindak pidana perdagangan merupakan pidana umum bukan tindak pidana korupsi.
Karena itu, penegakan hukum yang dilakukan Kejagung dalam dugaan korupsi impor gula itu diharapkan mampu memperbaiki tata kelola perdagangan gula di Indonesia. Apalagi masyarakat kini sedang kelimpungan menghadapi harga gula yang saban hari meningkat tajam. Mengacu panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada 5 Oktober 2023, rata-rata harga gula konsumsi mencapai Rp 15.400 per kg atau masih lebih tinggi dari Harga Acuan Penjualan (HAP) di tingkat konsumen yaitu Rp 14.500 per kg.
Untuk meredam gejolak harga gula itu, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero)/ID Food mendapat penugasan untuk mengimpor gula sebanyak 125 ribu ton. Menurut Direktur Utama ID Food, Frans Marganda Tambunan, impor yang akan dilakukan ini merupakan penyelesaian penugasan impor gula sebanyak 250 ribu ton untuk tahun ini.
Sebelumnya, Kejagung resmi menaikkan status perkara dugaan korupsi impor gula di Kemendag periode 2015-2023 dari penyelidikan ke penyidikan. Dengan status itu, Kejagung lantas melakukan penggeledahan di 2 tempat yakni kantor Kemendag dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) pada 3 Oktober yang lalu.