Kemenkes Datangkan Fomepizole untuk Tekan Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak

Tangkapan layar, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kanan)/Iconomics
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendatangkan obat Fomepizole dari Singapura sebagai upaya menekan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (AKI) pada anak. Obat tersebut dinilai terbukti berdampak positif terhadap 7 pasien dari 10 pasien gangguan ginjal akut.
Karena itu, kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pihaknya berupaya mempercepat kedatangan obat tersebut ke Indonesia. Sementara ini, Indonesia sudah menerima 20 vial dari Singapura dan sedang menunggu 16 vial dari Australia.
“Kita sedang proses untuk beli dari Amerika Serikat (AS), mereka punya stok enggak terlampau banyak di sana, kita juga sekarang sedang dalam proses untuk beli dari Jepang, stoknya sekitar 2.000-an,” kata Budi dalam keterangan resminya, Senin (24/10).
Budi menuturkan, Presiden Joko Widodo memberi arahan untuk melindungi masyarakat dari obat-obatan yang terpapar senyawa kimia berbahaya yang diduga penyebab gangguan ginjal akut. Dan, hal tersebut menjadi prioritas dari Presiden Jokowi, kata Budi.
Untuk saat ini, kasus gagal ginjal akut itu, kata Budi, terdapat 245 kasus meliputi 26 provinsi di mana 80% terjadi di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara. Sedangkan yang meninggal dunia mencapai 141 atau 57,6% dari total kasus yang terjadi.
Budi mengatakan, sebagaimana hasil analisa toksikologi, penyelidikan obat-obatan yang dikonsumsi pasien, dan referensi yang diberikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kemungkinan pasien terpapar senyawa kimia berbahaya dari obat sirop.
“Jadi berdasarkan rilis WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biobsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan bahwa benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran atau impurities dari pelarut ini,” katanya.
Berdasarkan itu, kata Budi, pihaknya telah menerbitkan edaran yang meminta apotek untuk sementara waktu tidak menjual obat bebas dan bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirop kepada masyarakat. Juga meminta tenaga kesehatan untuk sementara tidak mengeluarkan resep obat yang berbentuk sirop atau cair.
Masih kata Budi, Kemenkes dalam waktu dekat akan mengeluarkan daftar obat-obatan cair yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya sesuai dengan hasil pengujian yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM).
“Kita sudah bicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, ada beberapa obat-obatan memang yang sifatnya sirop tapi dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kritis, seperti epilepsi dan lain sebagainya. Untuk obat-obat sirop yang gunanya untuk menangani penyakit kritis itu kita perbolehkan tapi harus dengan resep dokter,” tuturnya.