Masih Pertahankan Suku Bunga Acuan, Kapan Bank Indonesia Menurunkannya?

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG) pada Mei ini kembali memutuskan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 5,75%. Suku bunga acuan berada pada level tersebut sejak Februari 2023 lalu, setelah sebelumnya sejak Agustus 2022 BI secara bertahap menaikkan dari 3,5%.
Kenaikan suku bunga acuan BI selama enam bulan berturut-turut sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023 dilakukan selain untuk mengimbangi kenaikan suku bunga acuan di negara maju seperti Fed Fund Rate di Amerika Serikat, juga untuk mengembalikan tingkat inflasi Indonesia pada sasaran 3% plus minus 1%.
Fed Fund Rate kini sudah berada di level 5%-5,25% dan diprakirakan sudah mencapai terminal atau puncaknya. Sementara itu, di dalam negeri tingkat inflasi sudah turun lebih rendah dari prakiraan, bahkan tingkat inflasi inti berada di bawah 3%.
Dengan kondisi tersebut, apakah Bank Indonesia akan kembali menurunkan suku bunga acuannya pada tahun ini? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan arah kebijakan suku bunga BI tergantung pada tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dan kondisi global. Ia mengatakan Bank Indonesia tentu akan terus memantau berbagai indikator ekonomi, baik domestik maupun global tersebut.
Perry mengatakan tingkat inflasi Indonesia turun lebih cepat. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) April 2023 secara bulanan tercatat 0,33% (mtm), sehingga secara tahunan menurun dari 4,97% (yoy) pada Maret 2023 menjadi 4,33% (yoy). Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok inflasi. Inflasi inti April 2023 melambat dari 2,94% (yoy) menjadi 2,83% (yoy) dipengaruhi ekspektasi inflasi dan tekanan imported inflation yang menurun serta pasokan yang memadai dalam merespons kenaikan permintaan barang dan jasa. Sementara itu, inflasi volatile food turun dari 5,83% (yoy) pada Maret 2023 menjadi 3,74% (yoy) didukung pasokan pangan yang terjaga, di tengah pola kenaikan permintaan musiman di periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Terus menurunnya inflasi sebagai dampak positif dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam TPIP dan TPID melalui penguatan GNPIP di berbagai daerah. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi inti tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% di sisa tahun 2023 dan inflasi IHK dapat segera kembali ke dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada triwulan III 2023.
Untuk pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia memang tetap pada prakiraannya yaitu di kisaran 4,5%-5,3%. Tetapi dalam Rapat Dewan Gubernur Mei ini, Bank Indonesia belum berani menyimpulkan apakah realisasi pertumbuhannya nanti akan cenderung bias ke atas.
Pada triwulan I yang lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5,03%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh konsumsi dan ekspor yang bagus. Investasi secara keseluruhan juga masih bagus, tetapi investasi bangunan yang tumbuh rendah.
Perry mengatakan Bank Indonesia meyakini bahwa triwulan II ini konsumsi masih tetap tumbuh bagus. Demikian juga ekspor akan tetap kuat. Tetapi yang masih dicermati adalah investasi khususnya investasi bangunan.
“Kami meyakini kalau [pertumbuhan ekonomi] triwulan II masih tinggi sekitar 5,1%. Tetapi ke depannya ini yang masih kami harus lihat, pola dari investasi. Ini yang perlu kita lihat, sehingga kenapa tadi kalimat ‘bias ke atasnya’ itu memang tidak kami masukan di dalam kisaran. Kisarannya masih sama, 4,5%-5,3%. Tetapi karena kami harus mendalami dulu, bagaimana investasi ini khususnya yang bangunan,” ujarnya.
Kondisi Global
Perry mengatakan isu saat ini adalah ketidakpatian pasar keuangan global yang masih terus berlanjut. Bank Indonesia, jelasnya, masih meyakini bahwa Fed Fund Rate sudah mencapai puncak atau terminalnya. Dus, probabilitas kenaikan Fed Fund Rate pada Juni 2023 ini, menurut prakiraan Bank Indonesia tidak terlalu besar.
“Tetapi kalau kita melihat inflasi di sana [di AS] yang memang turunnya lambat banget kemungkinan Fed Fund Rate itu masih akan stay for longer. Agak berbeda dengan sejumlah analis yang mengatakan kemungkinan Fed Fund Rate akan turun di akhir tahun,” ujar Perry.
Selain Fed Fund Rate yang diprakirakan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lama, negosiasi mengenai pagu utang (debt ceiling) pemerintah AS juga menjadi perhatian Bank Indonesia. Perdebatan mengenai pagu utang ini memang bukan baru kali ini terjadi di negari Paman Sam. Perry mengatakan berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, perdebatan pagu utang akan terselesaikan.
“Kami meyakini akan terjadi kompromi di pemerintahan dan juga di DPR Amerika Serikat. Tetapi kompromi mengenai debt ceiling itu, apakah dengan budget cut, penurunan expenditure? Ini yang harus kami lihat. Diskusi dan negosiasi masih berlanjut, kemungkinan sampai Juni. Ini yang tentu saja harus kita lihat,” ujar Perry.
Leave a reply
