
OJK: Suku Bunga Kredit Pasti Turun, Tetapi Masalah Utamanya Bukan Itu….

Ketua DK OJK Wimboh Santoso dan Anggota DK OJK Heru Kristiana/Ist
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyampaikan suku bunga kredit perbankan dipastikan akan turun seiring dengan penurunan suku bunga acuan dari Bank Indonesia.
“Ini hanya masalah waktu transmisinya. Pasti turun. Akan kita cek. Dalam kondisi begini, mestinya NIM (net interest margin) bank enggak usah naik. Aneh kalau dalam kondisi begini perbankan tidak sharing pain, malah naikkan NIM-nya. Menurut hemat saya tidak acceptable,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam webinar ‘Memacu Pertumbuhan di Tengah Pandemi’, Selasa (24/11).
Wimboh mengatakan dalam kondisi saat ini mestinya bank menurunkan NIM mereka agar suku bunga kredit bisa lebih rendah.
Selama tahun 2020, BI sudah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 125 basis poin dari 5% pada Januari lalu menjadi 3,75% pada saat ini. Sedangkan bila dihitung dari level tertingginya di 6% pada Juni 2019, BI 7-Day Reverse Repo Rate sudah turun sebesar 225 basis poin.
Hanya saja meski suku bunga acuan ini sudah turun, tetapi transmisinya ke suku bunga kredit belum maksimal. Penurunan suku bunga kredit pada tahun ini belum sampai 1% atau 100 basis poin. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit pada September lalu sebesar 9,85%, hanya turun 4 basis poin dari 9,89% pada Agustus 2020.
Wimboh mengakui penurunan suku bunga kredit perbankan memang relatif lebih lambat meski BI sudah menurunakan suku bunga acuan. “Kami memang melihat sudah ada penurunan, sekarang suku bunga in average sudah single digit. Cuma saya juga merasa kurang cepat, gitu saja,” ujar Wimboh.
Pertumbuhan kredit pada triwulan ketiga 2020 tercatat sebesar 0,12% YoY, sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat 12,88% YoY. Perkembangan terkini menunjukkan pertumbuhan kredit terkontraksi 0,47% YoY pada Oktober 2020. Sedangkan DPK tumbuh 12,12% YoY.
Wimboh mengatakan suku bunga kredit sebenarnya bukan masalah utama saat ini. “Justru maslaah utama bagaimana demand dari produk-produk yang di-generate oleh koporat bisa bangkit. Itu lebih penting,” ujarnya.
Menurutnya untuk menumbuhkan permintaan, perlu ada penciptaan lapanagan kerja bagi masyarakat agar daya beli kembali kuat, terutama untuk kebutuhan-kebutuhan sekunder.