OJK Surati Perbankan dan Perusahaan Pembiayaan untuk Dukung Program 3 Juta Rumah Prabowo Subianto

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar saat membuka Indonesia Fintech Summit 2022/Dok. OJK
Otoritas Jasa Keuangan [OJK] menegaskan dukungannya untuk pembangunan tiga juta rumah, program unggulan pemerintahan Prabowo Subianto.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, dukungan OJK itu sudah disampaikannya kepada Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, dalam pertemuan yang digelar Jumat, 10 Januari.
“Beberapa hal yang kami laporkan pada pertemuan dengan Bapak Menteri hari Jumat lalu adalah bahwa kami telah menyampaikan surat kepada perbankan, perusahaan pembiayaan, juga BP Tapera dan PT SMF untuk mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi MBR [Masyarakat Berpenghasilan Rendah],” ujar Mahedra dalam konferensi pers secara daring, Selasa (14/1).
Selain itu, tambah Mahendra, pada awal 2025 ini, OJK juga melakukan Prudential Meeting dengan para direksi dan komisaris perbankan. Dalam pertemuan itu, kata dia, antara lain membahas dan mendalami dukungan perbankan bagi pelaksanaan program-program prioritas pemerintah.
Mahendra menjelaskan, dalam proses pemberian kredit/pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), OJK memberikan ruang bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk mengambil kebijakan pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan risk appetite dan pertimbangan bisnis.
Mahendra menegaskan, penggunaan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dalam proses pemberian kredit/pembiayaan perumahan merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur dan bukan merupakan satu-satunya faktor dalam pemberian kredit/pembiayaan.
“Tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit/pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar, termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit/pembiayaan lain, khususnya untuk kredit/pembiayaan dengan nominal kecil,” tegasnya.
Buktinya, tambah Mahendra, per November 2024, tercatat sebesar 2,35 juta rekening kredit baru diberikan oleh LJK kepada debitur yang sebelumnya memiliki kredit non-lancar dari seluruh pelapor SLIK.
OJK juga menyiapkan kanal pengaduan khusus pada Kontak 157 untuk menampung pengaduan jika terdapat kendala dalam proses pengajuan KPR untuk MBR, termasuk laporan mengenai adanya Surat Keterangan Lunas (SKL) dari kredit/pembiayaan di LJK lain yang datanya belum dikinikan sesuai pelaporan SLIK dan apabila terdapat kesulitan untuk melakukan pelunasan. Untuk menangani pengaduan dengan lebih cepat dan efektif, OJK akan membentuk satuan tugas khusus bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman dan stakeholder lainnya.
Di samping itu, beberapa kebijakan strategis OJK dalam mendukung pembiayaan sektor perumahan yaitu:
Pertama, Kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran.
Sesuai POJK No.40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, penetapan kualitas Aset Produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp 5 miliar dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 pilar), yang juga berlaku untuk KPR. Perlakuan penilaian kualitas aset tersebut bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya dimana bank menilai dengan 3 pilar (prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar).
Kedua, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit (ATMR Kredit).
Sebagaimana SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum, kredit untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR Kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya antara lain kredit kepada korporasi. Dalam ketentuan tersebut bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot terendah sebesar 20 persen, berdasarkan Loan To Value (LTV).
Adapun LTV dalam konteks ATMR Kredit dihitung pada setiap posisi akhir bulan berdasarkan nilai tercatat kredit dibandingkan nilai agunan properti, sehingga dengan adanya pembayaran cicilan kredit dan semakin mendekati jatuh tempo, akan terjadi penurunan LTV yang diikuti dengan penurunan bobot ATMR kredit. Dengan demikian, perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR selanjutnya.
Ketiga, untuk mendukung sisi pendanaan kepada pengembang perumahan, larangan pemberian kredit pengadaan/pengolahan tanah telah dicabut sejak 1 Januari 2023.
OJK telah memberikan keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan untuk pengadaan/pengolahan tanah, dimana sebelumnya terdapat larangan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah, sebagaimana diatur pada POJK No.44/POJK.03/2017 jo. POJK No.16/POJK.03/2018 tentang Pembatasan Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum untuk Pengadaan Tanah dan/atau Pengolahan Tanah. Dengan dicabutnya larangan tersebut, bank diiimbau agar lebih menekankan pada penerapan manajemen risiko yang baik.
Selanjutnya, tambah Mahendra, OJK bersama stakeholder terkait akan membahas mengenai dukungan likuiditas bagi pembiayaan program 3 juta rumah mengingat besarnya kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk program tersebut, antara lain penyempurnaan skema Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA SP) di Pasar Modal.