PPATK: Pelaku TPPU Mulai Bergeser ke Ranah Transaksi Digital
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) mulai bergeser ke ranah transaksi digital atau cashless. Soalnya, beberapa sarana transaksi digital di Indonesia masih belum memiliki regulasi yang cukup untuk mengantisipasi dan mencegah TPPU yang memanfaatkan transaksi tanpa uang tunai.
“Pelaku TPPU sudah tidak bermain di wilayah perbankan. Mereka sudah bermain di wilayah transaksi digital, kripto dan lainnya. Kalau masuk ke wilayah perbankan, gampang untuk terdeteksi,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam acara seminar di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (3/8).
Ivan menuturkan, pihaknya sejak 2012 telah mengeluarkan rekomendasi bahwa perkembangan teknologi sangat berisiko dimanfaatkan para pelaku TPPU. Lalu, pada 2015, PPATK mendeteksi adanya suatu pulau di wilayah Indonesia yang dijual dengan menggunakan kripto sebagai metode penjualan.
“Pada 2015 di national research, Kelompok Kerja Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang/Financial Action Task Force (FATF) wajib memiliki, kalau tidak Indonesia akan di-blacklist. Sekarang, per hari ini tim FATF ada di Indonesia untuk menentukan. Jadi kan pemerintah menginginkan Indonesia menjadi anggota dari FATF,” ujar Ivan.
Karena itu, kata Ivan, para pemangku kepentingan untuk tegas mengeluarkan regulasi untuk seluruh sistem perbankan agar tidak bisa dimanfaatkan TPPU. Juga dibutuhkan kejelasan dari lembaga pengaws dan penegakan hukum yang memadai.
“Digitalisasi ini akan men-distract ekonomi Indonesia,” kata Ivan.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, semua pihak untuk bersama-sama memerangi tindak kejahatan yang memanfaatkan perkembangan digital. Pemerintah juga akan terus berupaya mengeluarkan regulasi yang seimbang dan tidak menghentikan orientasi pasar digital yang dinilai memiliki keunggulan.
“Yang namanya korupsi, penipuan, dari zaman lahirnya manusia sudah ada. Tetapi fungsinya kita meminimalisir daripada kegiatan-kegiatan itu. Di situlah kami dari BUMN, mendukung QRIS dari BI, kita juga mendukung PeduliLindungi, tidak lain itu adalah ekosistem yang bagian yang bisa dibangun bersama-sama,” kata Erick.
Di samping itu, kata Erick, pentingnya sistem single identity untuk meminimalisir tindak kejahatan yang semakin berkembang seiring dengan pesatnya transformasi digital di Indonesia. “Sudah waktunya Indonesia punya one single identity. Jadi satu data identitas yang tersambung apakah KTP, perbankan, atau macam-macam yang menjadi kesatuan,” kata Erick.