Selain Anak Usaha Antam, Kementerian ESDM Ungkap Sejumlah Perusahaan Tambang di Raja Ampat

0
45

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan ada lima perusahaan tambang yang memiliki izin di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

Dua perusahaan memperoleh izin dari Pemerintah Pusat, yaitu PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2013. 

Tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari Pemerintah Daerah (Bupati Raja Ampat), yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada tahun 2025.

Perusahaan dengan Izin dari Pemerintah Pusat

PT Gag Nikel

Pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektar di Pulau Gag ini telah memasuki tahap Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047. 

Kementerian EDSM menyampaikan, anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk ini telah memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pada tahun 2014, lalu Adendum Amda; pada 2022, dan Adendum Amdal Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sementara Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dikeluarkan pada 2015 dan 2018. Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan tahun 2020. 

Baca Juga :   3 Langkah Kemenpar Jaga dan Lindungi Kawasan Raja Ampat, Apa Saja?

Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 hektar. Kementerian ESDM mengklaim, dari total bukaan tambang itu, sebanyak 135,45 hektar telah direklamasi.

Kementerian ESDM juga mengklaim, PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

Dalam catatan Theiconomics.com,  awalnya kepemilikan saham mayoritas PT Nikel Gag dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty. Ltd. (APN Pty. Ltd) sebesar 75% dan PT Antam Tbk sebesar 25%. 

Namun sejak 2008 PT Antam Tbk mengakuisisi semua saham Asia Pacific Nickel Pty. Ltd, sehingga pada tahun 2008, PT Gag Nikel sepenuhnya dikendalikan oleh PT Antam Tbk.

PT Anugerah Surya Pratama (ASP)

Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayahnya memiliki luas 1.173 hektar di Pulau Manuran. 

Kementerian ESDM menyampaikan, untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada tahun 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.

Perusahaan dengan Izin dari Pemerintah Daerah

PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)

Perusahaan ini merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 hektar di Pulau Batang Pele. 

Baca Juga :   Tinjau Pertambangan Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Kementerian ESDM Klaim Tak Ditemukan Masalah

Kegiatan masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.

PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)

PT KSM memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati No. 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 hektar. 

Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022. Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.

PT Nurham

Pemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025 ini memiliki izin hingga tahun 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektar di Pulau Waegeo. 

Perusahaan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013. Hingga kini perusahaan belum berproduksi.

Aktivitas pertambangan di Raja Ampat, daerah yang dikenal sebagai destinasi wisata, menjadi sorotan setelah aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat anak muda Papua dari Raja Ampat menggelar aksi damai di sela-sela acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta pada 3 Juni.

Saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno berpidato dalam acara itu, aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat anak muda Papua dari Raja Ampat itu menerbangkan banner bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?”. Mereka juga membentangkan spanduk dengan pesan “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”. 

Baca Juga :   Anggota Komisi VII DPR Minta Menteri ESDM Tindak Semua Perusahaan Pertambangan di Raja Ampat

Selain di ruang ruang konferensi, mereka juga membentangkan banner di exhibition area yang terletak di luar ruang konferensi.

Pesan-pesan lain yang berbunyi “What’s the True Cost of Your Nickel”, “Nickel Mines Destroy Lives”, dan “Save Raja Ampat the Last Paradise” terpampang di antara gerai-gerai dan para pengunjung pameran. 

“Saat pemerintah dan oligarki tambang membahas bagaimana mengembangkan industri nikel dalam konferensi ini, masyarakat dan Bumi kita sudah membayar harga mahal. Industrialisasi nikel–yang makin masif seiring tren naiknya permintaan mobil listrik–telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi. Kini tambang nikel juga mengancam Raja Ampat, Papua, tempat dengan keanekaragaman hayati yang amat kaya yang sering dijuluki sebagai surga terakhir di bumi,” kata Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics