Tak Mampu Penuhi Ekuitas Minimum, Perusahaan Asuransi Kembalikan Izin ke OJK
Beberapa perusahan asuransi mengalami kesulitan memenuhi ketentuan ekuitas minimum yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan [OJK].
Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK mengakui, saat ini “cukup banyak” perusahan asuransi “dengan modal terbatas.”
Karena itu, ia mengatakan, sejalan dengan peta jalan penguatan perusahaan asuransi, merger, akuisisi dan konsolidasi menjadi suatu keniscayaan bagi perushaan dengan modal terbatas.
“Sebagian besar perusahaan asuransi masih wait and see terkait pemenuhan modal pada tahun 2026 dan 2028,” ujar Ogi dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat (13/8).
Ogi menambahkan, bahkan saat ini ada perusahaan asuransi yang mempertimbangkan untuk mengembalikan izin ke OJK.
“Saat ini ada dua perusahaan asuransi yang mempertimbangkan untuk mengembalikan izin usahanya karena kepentingan efisiensi dan konsolidasi dan atau kemungkinan tidak akan dapat memenuhi persyaratan modal tersebut,” ujarnya.
Ogi tak menjawab pertanyaan Theiconomics.com yang disampaikan melalui WhatsApp terkait identitas perusahaan asuransi yang mengembalikan izin tersebut.
Pasal 56 POJK Nomor 23 tahun 2023 mengatur ekuitas minimum yang wajib dipenuhi perusahaan asuransi dan reasuransi baik konvensional maupun syariah. Kewajiban pemenuhan ekuitas minimum tersebut dilakukan melalui dua tahap.
Tahap pertama, dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember 2026. Untuk perusahaan asuransi – jiwa dan umum – minimum sebesar Rp250 miliar; reasuransi Rp500 miliar; asuransi syariah Rp100 miliar dan reasuransi syariah Rp200 miliar.
Tahap kedua, dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember 2028, perusahaan asuransi memiliki ekuitas minimum berdasarkan pengelompokan perusahaan yang terdiri atas:
Pertama, Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1: untuk perusahaan asuransi – jiwa dan konvensional – minimum Rp500 miliar; reasuransi Rp1 triliun; asuransi syariah Rp200 miliar; dan reasuransi syariah Rp400 miliar.
Kedua, KPPE 2: untuk perusahaan asuransi – jiwa dan konvensional – minimum Rp1 triliun; reasuransi Rp2 triliun; asuransi syariah Rp500 miliar; dan reasuransi syariah Rp1 triliun.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu mengatakan, sejauh ini belum ada anggota AAJI yang berencana mengembalikan izin usaha ke OJK karena tak mampu penuhi ekuitas minimum.
Togar menduga pengembalian izin itu terkait dengan lisensi sebagai Unit Usaha Syariah [UUS]. “Itu lisensi syariah [UUS], karena mau spin-off nggak mau. Kayaknya itu bukan di [asuransi] jiwa,” ujar Togar.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto belum merespons Theiconomics.com terkait perusahaan asuransi yang mengembalikan izin ke OJK ini.
Pada Jumat petang, merespons pertanyaan Theiconomics.com, Bern mengatakan “belum ada laporan resmi” ke AAUI dari anggotanya terkait rencana pengembalian izin ke OJK karena ketidakmampuan memenuhi ekuitas minimum.
Namun, bila ada anggota AAUI yang mengembalikan izin ke OJK, Bern mengatakan hal tersebut merupakan “keputusan internal perusahaan dan para pemegang sahamnya”.
“Kami serahkan kepada masing-masing [perusahaan],” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, selain penguatan permodalan, OJK juga mewajibkan perusahaan asuransi dan reasuransi melakukan pemisahaan (spin-off) unit usaha syariah, seperti diatur dalam POJK 11 Tahun 2023.
Ogi mengatakan, sebanyak 41 perusahaan asuransi/reasuransi telah menyampaikan perubahan rencana kerja pemisahan unit syariah (RKPUS). Berdasarkan RKPUS yang disampaikan perusahaan per akhir tahun 2023, terdapat 32 UUS yang akan melakukan spin-off dengan mendirikan perusahaan asuransi/reasuransi syariah baru dan 9 UUS akan melakukan spin-off dengan mengalihkan portofolio UUS kepada perusahaan asuransi/reasuransi syariah lain.
Namun, tambah Ogi, dalam perkembangannya terdapat perubahan sehingga per Agustus 2024 terdapat 29 UUS yang akan melanjutkan bisnis asuransi/reasuransi syariah, sedangkan 12 UUS lainnya memutuskan untuk mengalihkan portofolio unit syariah kepada perusahaan asuransi/reasuransi syariah lain.
Dari 29 UUS yang akan melakukan spin-off dengan mendirikan perusahaan baru, rencananya akan dilakukan pada tahun 2024-2026 dengan rincian:
– Tahun 2024 sebanyak 2 unit syariah;
– Tahun 2025 sebanyak 18 unit syariah, dan
– Tahun 2026 sebanyak 9 unit syariah.
Dari tiga unit syariah yang akan melakukan spin-off dengan cara mendirikan perusahaan baru pada tahun 2024, satu diantaranya sedang dalam proses izin perusahaan baru, sedangkan 2 unit syariah lainnya akan mengajukan izin perusahaan baru pada triwulan IV 2024.
“Sebagai tindak lanjut atas RKPUS yang telah disampaikan oleh perusahaan, OJK sedang memastikan kesiapan perusahaan untuk menjalankan RKPUS tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan telah memiliki kesiapan untuk melakukan spin-off unit syariah sehingga dapat menjalankan seluruh proses spin-off paling lambat akhir tahun 2026,” ujar Ogi.
Catatan Redaksi:
Berita ini telah diperbaharui pada Jumat sore pukul 19.00 WIB setelah mendapatkan jawaban dari AAUI.