Target Cukai Tahun 2021 Dinaikkan, Begini Saran Sampoerna
Pemerintah menaikan target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun depan menjadi Rp172,75 triliun, atau naik 4,71% dibanding Rp164,9 triliun pada 2020 ini. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (Sampoerna) memahami kebijakan pemerintah tersebut sebagai upaya untuk menjaga penerimaan negara di tengah pandemi Covid-19.
Namun, Presiden Direktur Sampoerna, Mindaugas Trumpaitis mengatakan perlu ada proteksi terhadap sektor-sektor yang menyerap banyak tenga kerja, seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT). Sebagai perbandingan, Mindaugas mengatakan untuk memproduksi satu miliar batang rokok SKT dibutuhkan sekitar 2.700 karyawan karena dilinting satu per satu. Namun, untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) untuk jumlah rokok yang sama hanya dibutuhkan 21 orang karyawan.
“Kunci utama untuk melindungi segmen SKT yang padat karya adalah dengan membuat kebijakan cukai yang mendukung daya saingnya dibandingkan rokok mesin, baik SKM maupun SPM, yang jauh lebih sedikit menyerap tenaga kerja. Untuk itu, kami berharap ada keberpihakan bagi segmen SKT dengan tidak menaikkan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) untuk 2021. Ini menjadi teramat penting selama berlangsungnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia akibat pandemi COVID-19. Selain sebagai segmen padat karya, keberadaan pabrik SKT juga memiliki multiplier effect yang signifikan di bidang sosial dan ekonomi di wilayah lokasi pabrik,” kata Mindaugas, Jumat (18/9).
Mindaugas menjelaskan bahwa sepanjang 2019, pangsa pasar SKT Sampoerna – dengan merek-merek besar seperti Dji Sam Soe (Raja Kretek) dan Sampoerna Kretek – adalah 36,3%, sedangkan pangsa pasar Sigaret Putih Mesin (SPM), melalui Produk utamanya Marlboro, merek Philip Morris Indonesia (PMID) yang didistribusikan oleh Sampoerna, dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) masing-masing sebesar 57,2% dan 29,6%.
Sampoerna berkomitmen untuk terus mendukung pemerintah menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kondusif bagi industri tembakau, termasuk perlindungan terhadap bisnis SKT yang merupakan sektor yang paling padat karya. Sampoerna, dengan total karyawan langsung dan tidak langsung sebesar lebih dari 60.000 orang, adalah merupakan produsen SKT terbesar di Indonesia. Sebanyak 50.000 di antaranya merupakan karyawan SKT di 4 pabrik SKT Sampoerna dan 38 Mitra Produksi Sigaret yang tersebar di 27 kota/kabupaten di Pulau Jawa.
Sepanjang tahun 2015 – 2019, volume penjualan SKT Sampoerna terus terkoreksi dan berdasarkan perhitungan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) 5 tahun, volume penjualan SKT Perseroan rata-rata berkontraksi 5,4% per tahun dari 23,1 miliar batang pada tahun 2015 menjadi 18,4 miliar batang rokok pada tahun 2019.
Industri rokok Indonesia pada tahun ini mengalami double hit, selain dari pandemi Covid-19 yang memukil daya beli, juga karena kenaikan cukai dari tarif eceran. “Sampoerna menyadari pandemi Covid-19 ini merupakan tantangan yang berdampak langsung baik pada publik maupun dunia usaha Indonesia. Untuk industri rokok, kenaikan tarif cukai rata-rata 24% dan harga jual eceran sebesar 46% – yang berlaku pada 2020 – serta pandemi COVID-19 menjadi dua faktor utama yang memberikan dampak signifikan pada kinerja industri ini yang telah menyebabkan penurunan volume penjualan hingga dua digit,” kata Mindaugas saat Paparan Publik secara virtual, Jumat, (18/9).
Selama semester I tahun 2020, volume industri mengalami penurunan sebesar 15%, tidak termasuk dampak dari estimasi pergerakan inventaris perdagangan, dimana penurunan tersebut secara umum terjadi pada segmen pajak Golongan 1 atau rokok dengan tingkat harga yang lebih tinggi.
“Daya beli konsumen yang lebih rendah memiliki tren penurunan yang yang kian cepat, yaitu penurunan konsumsi dari produk dengan pajak dan harga yang lebih tinggi (tingkat pajak Golongan 1) menjadi produk dengan pajak lebih rendah dan akibatnya dijual dengan harga yang lebih rendah (tingkat Pajak Golongan 2 dan Golongan 3),” tutur Mindaugas.
Tak terelakkan lagi Sampoerna menghadapi tantangan selama masa puncak pandemi, khususnya pada kuartal II 2020. Berbagai tantangan selama periode April-Juni 2020 menyebabkan koreksi terhadap kinerja perseroan. Sepanjang semester I tahun 2020, total pangsa pasar perusahaan mencapai 29,3% atau turun 3,1 percentage point, sementara volume pengiriman 38,5 miliar batang mencerminkan penurunan sebesar 18,2%.
“Di tengah tantangan tersebut, Sampoerna menyesuaikan strategi perusahaan untuk mempertahankan daya saing bisnisnya dan menjawab tren yang berubah,” kata Mindaugas.
“Sebagai contoh, kami meluncurkan produk SKM tar tinggi untuk merespons pergeseran permintaan ke produk tar yang lebih tinggi,” tambahnya.