
BI Rate Dipertahankan di Level 5,75%, Tetapi Bank Indonesia Tegaskan Masih Ada Ruang Penurunan

Konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia [RDG BI] Februari 2025 pada Rabu (19/2)/Foto: Dok.BI
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia [RDG BI] pada 18-19 Februari 2025 memutuskan mempertahankan BI Rate pada level 5,75%, setelah pada bulan lalu menurunkan 25 basis poin.
Namun, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, masih ada ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga kebijakannya ke depan.
“Karena kami melihat inflasinya rendah dan kami terus turut mendorong pertumbuhan ekonomi. Tetapi timing-nya tentu saja kita harus mempertimbangkan dinamika global,” ujar Perry dalam konferensi pers, Rabu (19/2).
Pada Januari 2025, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia sebesar 0,76% (yoy), lebih rendah dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 1,57% (yoy).
Perry mengatakan, pada RDG BI bulan lalu, BI menurunkan BI Rate karena lembaganya merevisi ke bawah perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 ini yaitu ke 4,7–5,5% dari sebelumnya 4,8–5,6%.
Perry mengatakan, Bank Indonesia tentu saja sejalan dengan pemerintah sama-sama menginginkan agar pertumbuhan tinggi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tetapi, di sisi lain untuk suku bunga kebijakan atau BI Rate, Bank Indonesia juga mempertimbangkan kondisi dinamika global.
Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat memang lebih baik, tetapi di sisi lain inflasinya juga tinggi. Inflasi Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat pada Januari 2025 berada di level 3%, dengan inflasi inti sebesar 3,3%.
Bank Indonesia memperkirakan pada akhir 2025 ini, inflasi Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat berada di level 2,7% dan inflasi inti 2,8%. Artinya, masih berada di atas target bank sentral Amerika Serikat sebesar 2%.
Dengan tingginya inflasi di Amerika Serikat, sejalan dengan pernyataan Chairman The Fed, Jerome Powell, Bank Indonesia memperkirakan Fed Fund Rate hanya turun sekali, yaitu sebesar 25 basis poin pada 2025 ini.
“Itu pun baru terjadi pada awal semester II,” ujar Perry.
Selain mempertimbangkan perkiraan penurunan Fed Fund Rate, Perry menambahkan, BI juga mempertimbangkan imbal hasil atau yield US Treasury yang tinggi, sejalan dengan tingginya defisit fiskal Amerika Serikat.
Ia mengatakan, defisit fiskal pemerintah Amerika Serikat pada 2025 ini sebesar 7,7% dan 8,8% pada 2026. Bahkan ada wacana untuk menghapus batas atas utang atau debt ceiling di negara yang dipimpin Donald Trump itu.
“Itu menyebabkan yield US Treasury tetap tinggi, baik yang 10 tahun maupun yang dua tahun. Itulah kenapa berdampak kepada keharusan kita menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” ujarnya.
Indeks Dolar terhadap sejumlah mata uang dunia atau DXY saat ini masih tinggi yaitu 107, bahkan pernah 108-109 yang mencerminkan masih perkasanya nilai dolar Amerika Serikat.
“Ini memberikan tekanan-tekanan kepada nilai tukar termasuk rupiah,” ujarnya.
Bank Indonesia, tambahnya, berkomitmen untuk setiap hari melakukan intervensi nilai tukar rupiah baik dai pasar spot maupun Non-Deliverable Forward (NDF), untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Ukurannya stabil apa? Ukurannya sejalan dengan mata uang negara-negara berkembang yang menjadi peer group kita, seperti Cina, Korea, Malaysia, Thailand, India, dan Singapura. Kita arahkan stabilitas adalah yang paling penting agar ekonomi kita terus bergulir. Tidak ada suatu negara ekonominya bergulir tanpa ada stabilitas termasuk stabilitas nilai tukar rupiah,” ujarnya.
Meski pada RDG Januari 2025, Bank Indonesia memangkas suku BI Rate sebesar 25 basis poin ke 5,75%, namun Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung mengatakan transmisi ke suku bunga dana dan kredit masih membutuhkan waktu selama tiga hingga enam bulan.
Namun, Juda mengatakan dampak penurunan BI Rate Januari 2025 sudah terlihat di pasar uang yaitu IndONIA, repo dan Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
“Tetapi untuk di DPK [dana pihak ketiga] atau suku bunga dana dan suku bunga kredit memang perlu waktu, antara satu triwulan sampai dua triwulan. Jadi, memang belum kelihatan karena memang penurunannya baru bulan lalu. Nanti kita tunggu, mudah-mudahan segera menyusul,” ujar Juda.
Leave a reply
