Bos BCA Perkirakan Federal Reserve Belum akan Turunkan Suku Bunga Acuan dalam Waktu Dekat
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk [BCA], Jahja Setiaatmadja memperkirakan bank setral Amerika Serikat, Federal Reserve [Fed] belum akan menurunkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat.
Selain inflasi yang masih tinggi, negeri Paman Sam itu juga menghadapi tantangan soal Treasury Bills yang jatuh tempo pada tahun ini.
Karena itu, Jahja memperkirakan Fed bisa saja baru akan menurunkan suku bunganya pada Desember nanti.
“Bahkan bisa lebih ekstrem, tahun depan baru mulai menurunkan suku bunga,” ujar Jahja menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers kinerja BCA, Senin (22/4).
Jahja menjelaskan kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) saat ini masih cukup baik, antara lain terlihat dari tingkat pengangguran yang terkendali.
“Hanya inflasi saja yang masih belum mencapai target 2%,” ujarnya.
Tingkat inflasi tahunan (year on year) dan inflasi inti (core inflation) di Amerika Serikat pada Maret 2024 yang dirilis pada 10 April lalu masih jauh dari ekspektasi.
Tingkat inflasi tahunan sebesar 3,5%, lebih tinggi dari inflasi tahunan Februari yang sebesar 3,2% dan lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,4%.
Sementara tingkat inflasi inti pada Maret 2024 sebesar 3,8%, juga di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan di 3,7%.
Tingkat inflasi yang di atas ekspektasi ini membuat pelaku pasar mulai ragu Fed akan menurunkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate pada Juni 2024.
Selain inflasi yang masih tinggi, hal lain yang juga membuat Fed menahan suku bunga acuannya adalah Treasury Bills yang jatuh tempo tahun ini sekitar US$ 7 triliun, plus US$2 triliun tambahan.
“Jadi, mereka harus keluarkan sekitar US$9 triliun. Pertanyaannya pembelinya siapa?” ujar Jahja.
Jahja mengatakan negara seperti China dan Jepang terus mengurangi kepemilikan Treasury Bills dan menggantikannya dengan emas.
“Jadi, kalau bunga atau kupon yang ditawarkan enggak terlalu menarik, siapa yang nanti akan membeli Treasury Bills itu? Ini juga salah satu dilema yang akan dihadapi oleh Amerika,” ujarya.
Karena itulah, menurut Jahja, memperkirakan kemungkinan Fed tidak akan menurunkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat.
Bila itu terjadi, dampaknya tidak hanya ke Indonesia, tetapi juga negara-negara lain, kata dia.
“Artinya, untuk pengurangan suku bunga di negara lain akan berat juga kalau AS belum menurunkan suku bunga,”ujarnya.
Kalau pun toh bank sentral negara lain tetap menurunkan suku bunga acuannya, menurut Jahja akan memeperlemah nilai tukar mata uangnya.
“Kecuali kalau memang itu strategi dagang mereka agar ekspornya lebih besar,” ujarnya.