Jumlah Investor Ritel Pasar Modal Hampir 6 Juta, BI: Masih Kurang

0
300

Selama setahun terakhir, jumlah investor ritel di pasar modal tumbuh dengan pesat. Namun, meski demikian, jumlahnya masih kurang bila dibandingkan jumlah penduduk usia produktif di Indonesia.

Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia mengatakan selama 2020 hingga 2021 ini, jumlah investor ritel pasar modal Indonesia tumbuh sangat pesat. Tahun 2019, jumlahnya masih sekitar 2,5 juta investor, meningkat menjadi hampir 6 juta, tepatnya 5,6 juta pada Juni 2021 atau tumbuh 125%.

“Apakah angka itu besar? Iya, kalau kita lihat dari perkembangan di 2019 ke 2021. Tetapi apakah ini besar untuk Indonesia? Kurang besar. Kenapa kurang besar? Karena kalau kita lihat demografi Indonesia, maka [penduduk] usia produktif Indonesia yaitu usia 15-64 tahun, itu ada 191 juta jiwa. Jadi, kalau baru 5,6 juta penduduk Indonesia yang masuk sebagai investor ritel, itu artinya baru 3% dari penduduk usia produktif yang memanfaatkan peluang investasi di Indonesia,” ujar Destry dalam acara ‘Literasi Keuangan Indonesia Terdepan’ seri 3, Jumat (13/8).

Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), tambahnya, bersama-sama mendorong pertumbuhan investor ritel di Indonesia, khususnya dari kelompok milenial yang lebih melek digital atau teknologi.

Di sejumlah negara di dunia, jumlah milenial yang berinvestasi di pasar modal sudah tinggi. Mengutip laporan Statista Investment Behavior Worldwide 2019, Destry mengatakna di Hongkong 57% anak-anak milenialnya itu telah berinvestasi di pasar modal dalam negeri, kemudian di Amerika Serikat sebesar 32%, Australia 28%, Inggris 24%, Jerman 23% dan Prancis 18%.

Baca Juga :   Rupiah Masih Terus Melemah, DPR; Jangan Sampai BI Salah Diagnosa!

“Kalau di kita, kalau kita menghitung ada hampir 6 juta sekarang investor ritel kita, taruhlah setenganya itu milenial, [artinya] baru 3 juta dari 70 juta anak-anak milenial, jadi sekitar 3%-an. Jadi angka itu masih di bawah. Peluang untuk tumbuh itu sangat besar sekali,” ujar Destry.

Donny Hutabarat, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia mengatakan pertumbuhan jumlah investor ritel sepanjang 2020 hingga 2021, terutama dimotori oleh kelompok melinial. Ia mengatakan dari sekitar 5,6 juta investor ritel, 56% adalah investor berusia di bawah 30 tahun. “Jadi, betapa besarnya peran milenial di dalam pasar keuangan kita terutama di investor ritel,” ujar Donny.

Namun, senada dengan Destry, Donny mengatakan walaupun pertumbuhan jumlah investor ritel sangat pesat pada tahun 2020 hinggga 2021, tetapi dibandingkan jumlah penduduk Indonesia usia produktif yang sekitar 191 juta jiwa, jumlah investor pasar modal Indonesia masih baru sekitar 3%.

“Kalau kita lihat beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, mereka itu jumlah investornya sudah 9-22%, kita baru 3%. Katakan itu dobel menjadi 5-6% atau 10%, Indonesia akan mendapatkan sumber pendanaan yang sangat besar,” ujar Donny.

Baca Juga :   Inflasi Tahunan Mendekati Level 5%, BPS: Inflasi Inti Masih Terkendali

Baik Destry maupun Donny berpendapat bahwa investasi di pasar modal domestik tidak hanya mendatangkan cuan bagi investor, tetapi juga sekaligus wujud partisipasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

“Pak Gubernur Bank Indonesia juga sudah membuat tagline, bahwa ‘investor ritel we need you for nation, for economy, and for financial market and for your own future‘,” ujar Donny.

Menjadi investor obligasi negara, seperti ORI atau Sukuk Ritel misalnya. Dana yang diperoleh dari investor akan digunakan negara untuk membangun infrastruktur, membangun sekolah, gaji guru dan lainnya. Demikian juga ketika menjadi investor saham. Dana dari penerbitan saham akan digunakan oleh emiten untuk ekspansi usahanya. Ekspansi usaha akan memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat.

“Oleh karena itu, dengan berinevestasi di pasar keuangan akan memberikan manfaat bagi perekonomian. Tetapi bagi si investor juga akan bermanfaat. Kalau membeli obligasi negara dia akan mendapatkan kupon sebagai imbal hasil dan kemudian kalau berinvestasi di saham nanti akan mendapatkan dividen. Jadi dua-duanya dapat. negara didukung untuk pembangunan ekonomi dan invesor akan mendapatkan imbal hasil dari investasi,” ujar Donny.

Baca Juga :   BI: Kinerja Sektor Industri Pengolahan Triwulan II/2020 Dalam Fase Kontraksi

Donny mengatakan BI, Kementerian Keuangan, OJK dan LPS yang tergabung dalam Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan Melalui Pasar Keuangan, terus berupaya mengedukasi masyarakat agar lebih melek keuangan dan investasi. Dalam
strategi nasional pendalaman dan pengembangan pasar keuangan, telah disusun berbagai program baik jangka pendek maupun jangka panjang yang salah satu di dalamnya adalah pengembangan basis investor ritel.

“Di sana banyak sekali inisiatif-inisiatif yang dilakukan. Salah satu yang terpenitng itu adalah mendorong literasi,” ujarnya.

Tingkat literasi keuangan di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan tingkat inkliusi keuangan. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan OJK pada tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%.

“Literasi yang angkanya sekitar 30%, kita ingin naikan menjadi 50% dan sampai mendekati angka inklusinya. Oleh karena itu, kita harapkan seluruh inevstor di Indonesia menjadi well literated,” ujar Donny.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics