Kenali Tipologi Pelanggaran-pelanggaran di Pasar Modal
Tak hanya perusahaan investasi bodong yang menyusahkan, tetapi bisa juga investasi pada perusahaan-perusahaan yang legal dan memiliki izin sebagai perusahaaan investasi dari otoritas yang berwewenang.
Kasus Minna Padi Aset Manajemen (MPAM), misalnya. Pada 21 November 2019 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membubarkan enam reksa dana milik MPAM karena ditemukan ada produk reksa dana yang ditawarkannya menjanjikan imbal hasil yang tetap.
Masalah kemudian menjadi panjang karena pembayaran kewajiban kepada investor belum sepenuhnya dilakukan oleh MPAM, sesuai yang diatur dalam POJK No.23/POJK.04/2016.
Pelanggaran yang dilakukan oleh MPAM yaitu menawarkan produk investasi dengan imbal hasil tetap hanya salah satu contoh tipologi pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku industri pasar modal di Indonesia.
“Tidak bisa kita pungkiri, walaupun investasi di pasar modal itu masuk dalam kategori legal, artinya bukan bodong, dilaksanakan oleh entitas yang punya izin dan diawasi, tetapi bukan berarti di sana juga bersih dari pelanggaran,” ujar Luthfi Zain Fuady, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IA OJK, dalam seminar Waspada Investasi dalam ajang Capital Market Summit & Expo 2020, Kamis (22/10).
Luthfi mengatakan banyak sekali pelanggaran yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam ekosistem pasar modal. Bahkan pelanggaran tersebut menimbulkan kerugian bagi investor.
Bila dipetakan, tipologi pelanggaran yang dilakukan oleh entitas di pasar modal terbagi dalam empat kelompok yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan efek, manajer investasi, emiten dan profesi atau lembaga penunjang.
Dari sisi perusahaan efek pelanggaran yang sering terjadi misalnya perdagangan semu yaitu menciptakan suatu harga yang tidak sepenuhnya lahir dari kekuatan penawaran dan permintaan efek di pasar.
Pelanggaran lainnya adalah soal integritas direksi. Luthfi mengatakan walaupun para direksi sudah dilakukan fit and propert test oleh OJK, tetapi dalam perjalanannya banyak juga pelanggaran yang dilakukan oleh para direksi ini.
Kemudian dari sisi perusahaan manajer investasi, pelanggaran yang dilakukan antara lain menjanjikan fixed return untuk reksa dana. Ini mirip seperti yang terjadi pada skema investasi bodong yang juga banyak menjanjikan imbal hasil yang pasti. Luthfi menegaskan manajer investasi dilarang untuk menjanjikan imbal hasil yang tetap untuk produk reksa dana karena reksa dana berinvestasi pada portofolio investasi yang nilainya setiap hari bergerak sehingga tidak mungkin adanya fixed return.
Meski dilarang, tambahnya, tetapi masih ditemukan kasus manajer investasi yang melakukannya. “Ada reksa dana dimana MI-nya (Manajer Investasi) menjanjikan suatu return tetap kepada para pemegang unit penyerataan reksa dananya,” ujarnya.
Luthfi mengatakan dari sisi emiten, pelanggaran yang paling sering ditemukan adalah kekurangpatuhan dalam mematuhi prinsip disclosure (keterbukaan informasi). Padahal disclosure adalah hal yang mutlak di pasar modal karena orang belanja efek atau saham berbasis pada informasi tentang aksi korporasi maupun kondisi perusahaannya. Sehingga keterbukaan informasi adalah hal yang mutlak. Kesenjangan penguasaan informasi di pasar modal bisa menyebabkan terjadinya prilaku yang bisa merugikan orang lain.
Pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh emiten adalah salah saji laporan keuangan. Investor tentu dirugikan dengan kesalahan seperti ini karena salah satu pertimbangan dalam membeli saham adalah kinerja keuangan.
Kemudian dari sisi profesi penunjang. Dalam beberapa kasus kata Luthfi OJK sering menemukan ada pelanggaran yang dilakukan oleh emiten, misalnya tadi salah saji laporan keuangan, di sana hampir dipastikan ada keterkaitannya dengan profesi penunjang dalam hal ini akuntan publik. Bisa karena dia tidak cermat melaksanakan standar profesinya atau memang ada unsur kesengajaan.
Untuk mengatasi berbagai pelanggaran tersebut, OJK kata Luthfi selain melakukan upaya-upaya pembinaan juga upaya penegakan hukum dalam bentuk sanksi administratif maupun melakukan penyidikan.
Bagi para investor terutama ritel, pertimbangan dalam berinvestsai tak hanya aspek legalitas, tetapi juga logis dan governance perusahaan.