OJK: Investor Domestik Dapat Menjadi Penopang Kejatuhan IHSG Akibat Risiko Global
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pertumbuhan investor domestik yang didominasi oleh kelompok milenial, membatu menahan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akibat sejumlah risiko global pada tahun ini, seperti inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat.
Djustini Septiana, Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I OJK mengatakan pada saat awal-awal bank sentral Amerika Serikat, Fed, menaikkan suku bunga acuannya, memang ada kekhawatiran terjadinya risiko pembalikan modal secara mendadak (sudden risk reversal) dari negara berkembang ke pasar keuangan negara maju. Risiko pembalikan modal ini dapat menimbulkan guncangan di pasar modal dengan penurunan indeks.
“Tetapi fakta dapat kita lihat, ternyata dengan bertumbuhnya investor domestik yang didominasi oleh kaum milenial, ternyata kekhawatiran itu tidak terlalu terjadi. Ada penurunan, tetapi ternyata di-absorb kembali oleh investor lokal, sehingga kekhawatiran untuk indeks jatuh itu menjadi bisa tertahan dan bahkan tetap dalam tren positif,” ujar Djustini dalam acara media briefing, Selasa (14/6).
OJK mencatat, selama masa pandemi Covid-19, jumlah investor domestik meningkat signifikan, terutama didominasi oleh kelompok investor berusia muda. Tahun 2019, jumlah inevstor pasar modal baru mencapai 3,48 juta investor. Per 3 Juni 2022, jumlah investor pasar modal sudah meningkat menjadi 8,88 juta investor.
Djustini mengatakan menghadapi kenaikan suku bunga global termasuk dari The Fed, tentu saja OJK akan membuat berbagai kebijakan relaksasi di bidang pasar modal, seperti halnya yang telah dilakukan selama masa pandemi sejak 2020 lalu. Selain itu, OJK juga mendorong masyarakat yang memiliki dana lebih untuk menggunakan momentum koreksi harga aset keuangan di pasar modal untuk melakukan pembelian.
“Jadi peran serta, uang-uang masyarakat yang memang menganggur itu, ada baiknya memang kita tanamkan di pasar modal supaya produktifitas yang ada di ekonomi Indonesia itu tetap terjaga karena adanya modal dari masyarakat Indonesia sendiri tanpa ketergantungan dari pihak internasional,” ujar Djustini.
Pada perdagangan saham Senin (13/6) kemarin, IHSG anjlok 1,29% ke level 6.995,4, sebagai respons atas inflasi pada bulan Mei di Amerika Serikat yang mencapai 8,6% year on year. Inflasi yang mencapai rekor tertinggi sejak Desember 1981 ini menimbulkan kekhawatirkan di pasar keuangan sehingga indeks saham di berbagai negara termasuk Indonesia mengalami koreksi.