
Setelah Audit, Aset Minus dan Ini Strategi yang Ditempuh untuk Sehatkan Asabri

Tangkapan layar YouTube,Direktur Utama sekaligus Direktur Operasional Asabri R. Wahyu Suparyono/Iconomics
PT Asabri (Persero) telah merampungkan audit laporan keuangannya untuk 2020. Hasilnya, Asabri mengelola aset pada 2020 mencapai Rp 31,07 triliun dan membukukan kerugian hingga Rp 4,8 triliun.
“Posisi ekuitas atau modal negative sekitar Rp 13,3 triliun. Dengan kata lain, aset dikurangi kewajiban menjadi negatif. Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi jajaran direksi dan komisaris,” kata Direktur Utama sekaligus Direktur Operasional Asabri R. Wahyu Suparyono ketika rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu (9/6).
Wahyu mengatakan, tingkat solvabilitas (RBC) berdampak negatif yakni -819% di bawah ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menetapkan RBC tidak lebih dari 120%. Karena itu diperlukan pendanaan sekitar Rp 15,16 triliun untuk memenuhi ketentuan yang ditetapkan OJK.
Meski demikian, kata Wahyu, audit laporan keuangan kali sudah sesuai dengan waktu yang ditentukan yakni pada 28 Februari 2021. Hasilnya, wajar dengan modifikasi. Begitu juga dengan audit laporan keuangan 2019, meski sedikit terlambat tapi mendapat wajar dengan pengecualian.
“Jadi audit 2019 sudah agak naik walau terlambat. Sedangkan 2018 sangat terlambat dan hasilnya pun disclaimer, artinya semua data akuntansinya satu pun tidak dapat diuji,” kata Wahyu.
Karena itu, kata Wahyu, jajaran direksi bersama dengan komisaris telah menyusun beberapa strategi penyehatan keuangan akibat kesalahan di masa lalu. Pertama, Asabri melakukan perbaikan tata kelola termasuk menata ulang struktur organisasi dan kebijakan investasi.
Selanjutnya, kata Wahyu, Asabri akan mengoptimalkan bisnis serta efisiensi biaya dengan bersinergi dengan PT Taspen (Persero). Kemudian, memulihkan aset non-produktif khususnya yang salah kelola sehingga terkait dengan terpidana kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yaitu Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.
“Kami juga melakukan penyesuaian portofolio investasi. Sementara ada 2 yang lebih strategis lagi yakni memerlukan dukungan dari Kementerian Keuangan untuk penggunaan bunga aktuaria dengan standar penghitungan asuransi sosial dan pembayaran kewajiban pemerintah atau unfunded past service liability,” kata Wahyu.
Leave a reply
