Tiongkok Larang Transaksi Kripto, CEO Indodax: Bukan Hal Baru

0
767

Harga aset digital kembali mengalami tekanan dari Tiongkok. Setelah kekhawatiran akan dampak efek penularan Evergrande Group dan Federal Reserve mereda, bank sentral Tiongkok kembali mengumumkan pelarangan terhadap transaksi kripto.

Namun, bila menilik ke belakang, sikap Beijing, baik bank sentralnya maupun pemerintahnya, yang melarang kripto, bukan soal baru. Karena itu, CEO Indodax, Oscar Darmawan, menyarankan kepada investor kripto untuk tak perlu was-was.

“Menurut saya, pengumuman ini hanya akan berdampak jangka pendek karena aksi market jual yang sifatnya memang hanya sementara,” demikian menurut Oscar seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (27/9).

Menurut Oscar pernyataan dari People’s Bank of China (bank sentral Tingkok) mengenai pelarangan transaksi kripto bukanlah hal yang baru. “Pernyataan kemarin hanyalah sekadar pengingat,” imbuh Oscar.

Pada awal tahun 2021, pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping tersebut mengumumkan akan menindak tegas seluruh aktivitas penambangan kripto. Kabar tersebut, disusul oleh pernyataan grup industri keuangan negara Tiongkok pada Mei 2021 yaitu Asosiasi Keuangan Internet Nasional Tiongkok, Asosiasi Perbankan Tiongkok, dan Asosiasi Pembayaran dan Kliring Tiongkok yang resmi melarang segala perdagangan kripto.

Baca Juga :   Pasar Kripto Berdarah-darah Karena Invasi Rusia ke Ukraina, Saatnya Beli

Menilik jauh ke belakang, Oscar mengatakan larangan oleh pemerintah Tiongkok terhadap kripto bukan baru pada tahun 2021 ini.  Sejak akhir 2013, negeri Tirai Bambu itu sudah melarang bitcoin dan kripto lainnya. Kemudian pada tahun 2017, pemerintahan Tiongkok pernah menutup bursa kripto lokal.

Pada Juli 2018, People’s Bank of China mengatakan ada sekitar 80 platform perdagangan kripto dan Initial Coin Offering yang ditutup. Pada tahun 2019, People’s Bank of China mengeluarkan pernyataan akan memblokir akses ke semua bursa kripto domestik dan asing serta situs web Initial Coin Offering (ICO).

Negara dengan sistem politik komunis tetapi berhaluan ekonomi kapitalis ini memang satu-satunya negara yang sangat keras terkait transaksi kripto. Namun, Oscar mengatakan, hal ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara lain yang justru mendukung pertumbuhan aset kripto termasuk Indonesia. Indonesia memperbolehkan aset kripto menjadi suatu komoditas dan sudah resmi diatur dibawah BAPPEBTI.

“Ekosistem Tiongkok dirancang tertutup termasuk internet. Tiongkok memblokir Youtube, WhatsApp, Facebook, Google dan menciptakan layanannya sendiri namun keempat layanan tersebut toh tetap berjaya sampai saat ini,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics