Target Kapasitas Baja Nasional Sebesar 100 Juta Ton pada 2045, Krakatau Steel Butuh Sokongan Danantara

Pabrik Krakatau Steel/Dok. KRAS
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk melihat peran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) akan sangat signifikan dalam mendorong moderenisasi dan ekspansi Krakatau Steel.
Peran Danantara akan menjadi semakin penting mengingat target pembangunan industri baja nasional mencapai 100 juta ton pada 2045. Dalam keterangan resminya, Krakatau Steel menyebut mustahil membangun kapasitas sebesar itu hanya mengandalkan mekanisme pasar bebas atau investasi swasta asing. Aktor nasional sangat penting yang memiliki ketahanan jangka panjang, otoritas strategis, dan dukungan negara untuk mengarahkan investasi ke sektor-sektor yang tidak selalu menarik secara komersial dalam jangka pendek, tetapi krusial bagi kedaulatan industri jangka panjang. Oleh karena itu, Krakatau Steel sangat berharap kehadiran Danantara untuk mengejar target tersebut.
Intervensi Danantara dapat dilakukan melalui skema investasi strategis, penguatan struktur permodalan, serta fasilitasi integrasi hulu-hilir— mulai dari penguasaan sumber daya bahan baku hingga pengembangan produk bernilai tambah.
Krakatau Steel berpandangan jika Indonesia ingin mewujudkan visi sebagai negara industri maju pada 2045, maka kehadiran negara di sektor-sektor strategis seperti baja tidak terhindarkan. Negara tidak cukup hanya menjadi regulator atau pemberi insentif. Negara harus tampil sebagai aktor utama yang mengarahkan, mengendalikan, dan menjamin keberlanjutan pembangunan industrinya. Dalam konteks saat ini, instrumen kelembagaan yang dapat menjalankan fungsi itu adalah Danantara.
Langkah pertama adalah memasukkan industri baja secara eksplisit ke dalam daftar sektor prioritas investasi Danantara. Hingga kini, belum ada indikasi bahwa sektor baja termasuk dalam portofolio strategis yang difasilitasi oleh alokasi modal negara, meskipun urgensinya sebanding dengan sektor lain seperti energi baru, hilirisasi mineral, atau digitalisasi industri. Tanpa intervensi khusus, kendali negara atas industri baja tidak akan pernah terwujud.
Langkah kedua, Danantara harus memandang investasi di industri baja bukan semata sebagai alokasi modal, melainkan sebagai instrumen rekayasa struktur industri nasional. Investasi tidak hanya diarahkan untuk ekspansi kapasitas, tetapi juga untuk membangun integrasi rantai pasok, penguasaan sumber daya bahan baku, adopsi teknologi hijau, serta peningkatan posisi Indonesia dalam rantai nilai global. Pendekatan ini membutuhkan konsolidasi lintas sektor dan sinergi antar-BUMN yang hanya dapat difasilitasi oleh entitas strategis seperti Danantara.
Langkah ketiga, pembangunan kapasitas baja nasional hingga 100 juta ton pada 2045 memerlukan investasi sekitar US$100 miliar—angka yang jauh melampaui kapasitas pembiayaan negara melalui APBN maupun kemampuan swasta nasional. Dalam konteks ini, Danantara memiliki peran vital sebagai agregator pembiayaan jangka panjang sekaligus katalis kemitraan strategis. Dengan dukungan kelembagaan dan kepastian arah investasi, BUMN seperti Krakatau Steel dapat menjalankan ekspansi dan transformasi industri secara lebih terencana dan berkelanjutan.
Langkah keempat, dibutuhkan kerangka kebijakan yang mendukung peran strategis BUMN dalam pembangunan industri jangka panjang. Ini mencakup penataan belanja pemerintah agar menyerap baja domestik secara konsisten, kebijakan yang mendorong kolaborasi antar-BUMN dalam rantai pasok, penyediaan modal kerja dengan biaya bersaing, serta dukungan teknologi— khususnya untuk transisi menuju green steel. Pemerintah juga perlu menyiapkan insentif dan perlindungan agar pelaku industri nasional dapat bersaing untuk mempertahankan pasar domestik sekaligus bersaing di pasar global. Tanpa kerangka kebijakan yang berpihak, investasi strategis tidak akan berjalan optimal.
Langkah kelima, agar Danantara dapat menjalankan mandatnya secara efektif, diperlukan tata kelola investasi yang berpihak pada kepentingan nasional. Investasi tidak boleh didorong semata- mata oleh logika imbal hasil jangka pendek, tetapi harus mengikuti kriteria strategis yang mempertimbangkan dampak ekonomi, penguatan basis industri, serta kepentingan dan ketahanan nasional. Dalam kerangka ini, industri baja memenuhi seluruh kriteria tersebut.
Leave a reply
