
Anggota Komisi VII Minta Pemerintah Tidak Intervensi Harga BBM di Sektor Swasta

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto/Dokumentasi DPR
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menilai pemerintah tidak berhak dan tidak berwenang mengatur harga bawah bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi dari operator swasta seperti Vivo milik PT Nusantara Energy Plant Indonesia. Pemerintah karena itu dinilai terlalu berlebihan dalam menyikapi harga BBM jenis Revvo 89 yang dijual Vivo seharga Rp 8.900 per liter yang lebih murah dari Pertalite yang dibanderol Rp 10 ribu per liter.
“Harga BBM yang murah itu kan menguntungkan masyarakat. Di tengah harga BBM subsidi pertalite RON 90 yang seharga Rp 10 ribu per liter,” kata Mulyanto dalam keterangan resminya, Senin (5/9).
Mulyanto mengatakan, pemerintah perlu menjelaskan mengapa harga jual BBM jenis Pertalite yang disubsidi lebih mahal dari produksi swasta. Pemerintah perlu objektif dalam menghitung harga pokok produksi dan harga keekonomian BBM.
Karena itu, kata Mulyanto, semestinya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM jenis apapun mengingat harga minyak dunia saat ini turun hingga US$ 89 per barel. Dan, pemerintah bersama DPR sudah sepakat untuk menetapkan asumsi makro harga minyak dunia senilai US$ 100 per barel.
“Fluktuasi harga minyak dunia masih dalam batas kemampuan anggaran negara. Dengan demikian, pemerintah tidak punya alasan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi,” ujar Mulyanto.
Sementara itu, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pemerintah tidak mengintervensi penetapan harga bahan bakar umum, termasuk yang dijual PT Vivo Energy Indonesia. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, pemerintah telah menetapkan 3 jenis bahan bakar yakni jenis bahan bakar minyak tertentu yang mendapat subsidi dan kompensasi.
Kemudian, kata Tutuka, jenis bahan bakar minyak khusus penugasan yang tidak mendapat subsidi namun mendapat kompensasi, dan jenis bahan bakar minyak umum di luar jenis tertentu dan khusus.
“Menteri ESDM menetapkan harga jual eceran (HJE) jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan. Sedangkan HJE jenis BBM umum dihitung dan ditetapkan badan usaha,” kata Tutuka.
Karena itu, kata Tutuka, dalam upaya pengendalian harga BBM di tingkat konsumen, pemerintah telah menetapkan formula batas atas yang mengacu pada harga acuan pasar atau menggunakan mekanisme mean of platts Singapore (MOPS) dengan biaya distribusi dan margin badan usaha maksimal sebesar 10%.
Hal tersebut, kata Tutuka, juga tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan melalui Stasiun Pengisian bahan bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
“Berdasarkan hal tersebut, pemerintah akan menegur badan usaha apabila menjual BBM melebihi batas atas. Penetapan harga jual di SPBU saat ini merupakan kebijakan badan usaha yang dilaporkan ke menteri cq. Dirjen Migas, sehingga tidak benar pemerintah meminta badan usaha untuk menaikkan harga,” kata Tutuka.
Leave a reply
