DPR Bahas KEM PPKF dan Hasilnya Akan Disampaikan pada 30 Juni 2022
![](https://the-iconomics.storage.googleapis.com/wp-content/uploads/2022/05/31230952/rapat-paripurna-1.jpg)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) menyerahkan tanggapan pemerintah terhadap pandangan para fraksi di DPR kepada Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kanan)/Iconomics
DPR akan membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran (TA) 2023. Dan hasil pembahasan KEM PPKF RAPBN 2023 akan disampaikan pada rapat paripurna di 30 Juni 2022.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, keputusan tersebut diambil setelah mendengar tanggapan pemerintah atas pandangan setiap fraksi di DPR yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/5).
“Perlu kami beritahukan bahwa sesuai dengan hasil keputusan rapat konsultasi pengganti rapat Bamus tanggal 28 Maret 2022, kita akan menyelenggarakan rapat paripurna pada tanggal 30 Juni 2022, dengan acara penyampaian laporan hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN TA 2023 dan rencana kerja pemerintah pada 2023 oleh Badan Anggaran DPR,” kata Dasco saat memimpin rapat paripurna.
Sementara itu, Sri Mulyani menuturkan, pemerintah memiliki beberapa tanggapan yang atas pandangan setiap fraksi di DPR terkait dengan KEM PPKF RAPBN 2023. Pertama, soal asumsi pertumbuhan ekonomi diperkirakan antara 5,3% hingga 5,9%.
Asumsi pertumbuhan ekonomi RAPBN 2023 itu, kata Sri Mulyani, dipengaruhi oleh 2 faktor yakni faktor positif dan faktor risiko ke bawah. Yang positif adalah kenaikan komoditi di satu sisi menimbulkan penerimaan negara dan juga mendorong investasi di Indonesia seperti yang terjadi di tahun 2011 hingga 2012.
“Namun, kenaikan komoditas juga menimbulkan tekanan inflasi yang harus diwaspadai,” kata Sri Mulyani.
Sedangkan untuk inflasi, kata Sri Mulyani, pemerintah memperkirakan antara 2% hingga 4%, dengan pertimbangan adanya fenomena inflasi global yang dinilai sangat tinggi. Kendati demikian, pencapaian angka inflasi tersebut akan mempengaruhi kebijakan fiskal, terutama yang berkaitan dengan subsidi, kompensasi, dan hubungan antara pemerintah dengan Bank Indonesia dalam mengelola inflasi yang disebabkan faktor core inflation maupun inflasi yang berasal dari permintaan barang dan jasa serta barang-barang yang diatur pemerintah.
Kemudian pada RAPBN 2023, kata Sri Mulyani, pemerintah mengajukan KEM PPKF untuk tetap mengikuti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang mana defisit diturunkan di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).
“Angka ini memberikan sinyal bahwa Indonesia tetap komitmen terhadap kesehatan dan penyehatan APBN. Namun, di sisi lain APBN tetap menjaga dalam hal ini countercyclical maupun shock absorber function. Inilah yang sebetulnya kita sampaikan,” kata Sri Mulyani.