Komisi VIII DPR Minta Kementerian PPPA Aktif Dalam Pembahasan RUU TPKS
Komisi VIII DPR meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berperan aktif dalam pembahasan finalisasi Rancangan Undang Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Karena itu, Kementerian PPPA diminta membuat pemetaan dan data yang lengkap tentang daerah rawan kekerasan perempuan serta anak.
“Komisi VIII DPR meminta Kementerian PPPA untuk memperhatikan dan menindaklanjuti pandangan dan pendapat pimpinan dan anggota,” kata Ketua Komisi VIII Yandri Susanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/1).
Yandri mengatakan, Kementerian PPPA perlu membuat standar penanganan korban kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan dan anak. Juga termasuk perlindungan dan rehabilitasi baik di lembaga pendidikan, industri, maupun instansi pemerintah.
“Melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama serta institusi keluarga dalam upaya sosialisasi dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Yandri.
Soal itu, Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan, pihaknya akan segera membuat laporan secara detail mengenai gambaran kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Data sementara yang ada dalam Sistem Informasi Online (Simfoni) Kementerian PPPA, tingkat kekerasan seksual tertinggi berada di wilayah Indonesia timur seperti Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Nah NTT ini menjadi perhatian kita adalah masih ada praktik kedok budaya, adat, yang menjadi perhatian kita dan demikian juga penanganannya yang harus menjadi perhatian kita bersama,” kata Bintang.
Karena itu, kata Bintang, Kementerian PPPA berkomitmen untuk menjalankan segala upaya masukan dan arahan yang diberikan pimpinan dan anggota Komisi VIII sebagai bentuk pengawasan.
“Apa yang menjadi kesepakatan kita kemudian apa yang harus kami siapkan di Kementerian PPPA, langkah-langkah sesuai dengan arahan, masukan, dari pimpinan, demikian juga anggota Komisi VIII, kami jajaran Kementerian PPPA siap untuk menindaklanjuti,” kata Bintang.