Rekonsiliasi Konstitusi Dinilai Penting untuk Wujudkan Cita-Cita Bersama
Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) menilai konstitusi Republik Indonesia sebelum terjadinya perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, menganut prinsip semua harus terwakili dalam parlemen. Para pendiri bangsa melembagakan 3 prinsip keterwakilan yang terdiri atas political representation, territorial representation, dan functional representation.
Menurut Ketua GMRI Eko Sriyanto Galgendu, ketiga prinsip itu sesuai dengan konstruksi Pasal 2 ayat (1) UUD 1945. Jadi, prinsip para pendiri bangsa itu mengakui, menghormati perjuangan semua golongan masyarakat.
“Perjuangan para ningrat, pemuka agama, cendikiawan, pedagang, wartawan, profesional dari berbagai kelompok serta para tokoh masyarakat dan pemuda (Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatranen, Jong Batak dll) dari berbagai daerah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia,” kata Eko dalam keterangannya, Minggu (15/1).
Para pendiri bangsa, kata Eko, memberi pengakuan dan kehormatan bagi para pejuang kemerdekaan untuk duduk bersama-sama di MPR. Itu menjadi cerminan negarawan dari para pendiri bangsa, yang seharusnya dapat terus diperjuangkan sampai kapanpun.
Karena itu, kata Eko, untuk mewujudkan kebhinekaan yang diwariskan para pendiri bangsa, maka utusan golongan dan utusan daerah harus masuk kembali menjadi anggota MPR. Apalagi utusan golongan dan utusan daerah dinilai mampu menjadi penguat serta mitra kebijaksanaan DPR.
“Utusan golongan dan utusan daerah yang mewakili berbagai macam profesi dan ketokohan dapat menjadi partner musyawarah para politikus di DPR yang duduk bersama di MPR. Sungguh, jiwa keberagaman dan kebhinekaan akan menjadi kekuatan untuk menjadikan cakrawala berpikir yang semakin luas dan jernih,” ujar Eko.
Pengingkaran dan penghapusan terhadap pemerintahan zaman dahulu, kata Eko, menjadi persoalan yang terjadi saat ini. Kesombongan juga terjadi pada pemimpin yang menjabat di lembaga tinggi negara masih terjadi saat ini. Dampak dari hal tersebut membuat konsep pembangunan yang tidak berkesinambungan.
Bahkan, beberapa daerah yang dipimpin pejabat terpilih, kata Eko, dengan sengaja memangkrakkan program dari pemimpin sebelumnya. Fenomena itu disebut hampir terjadi di banyak lembaga negara, instansi pemerintahan, dan BUMN.
“Kalau sudah merasa paling hebat, pemimpin enggan meneruskan kebijakan yang baik dari pemimpin sebelumnya,” ujar Eko.
Karena itu, kata Eko, pihaknya mengusulkan agar rekonsiliasi konstitusi dapat dilakukan untuk memperkuat kembali seluruh sistem yang dapat mewujudkan cita-cita bersama. Rekonsiliasi konstitusi UUD 1945 bertujuan untuk memperkuat kembali keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, untuk mencapai tujuan bersama yang terdapat dalam cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia.
“Semoga semakin banyak negarawan yang terus maju dan berjuang kembali, membangun, menjaga, melaksanakan, memperkuat, bertanggung-jawab terhadap konstitusi negara Indonesia. Rekonsiliasi konstitusi,” katanya.