Soal Presiden Berkampanye dan Memihak, Pakar Ini Sarankan Jokowi Baca UU Pemilu Secara Lengkap
Untuk menilai pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut presiden, menteri bisa berkampanye dan berpihak, maka perlu memahami seluruh Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu khususnya Pasal 299. Untuk pasal tersebut mengatur tentang presiden dan wakil presiden untuk berkampanye.
Karena itu, kata pakar hukum tata negara dan akademisi Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Bivitri Susanti, untuk memahami pasal tersebut, kiranya perlu membaca pasal-pasal yang lain sehingga tidak terjebak dalam pemahaman sempit. “Kalau lihat di Pasal 299 itu ayat 2 dan 3 itu terang. Jadi kalau misalnya sekarang dia (Jokowi) yang maju di mana secara konstitusi tidak boleh lagi maju, maka dia (Jokowi) memang berhak berkampanye,” kata Bivitri dalam diskusi dari pada Jumat (26/1) kemarin.
Selanjutnya, kata Bivitri, Pasal 280, 281, dan 282 UU Pemilu, juga mengatur mengenai keikutsertaan presiden dan wakil presiden dalam kampanye. Dalam aturan itu, presiden dan wakil presiden diperbolehkan ikut berkampanye apabila mendukung partai politik sendiri.
“Pertanyaannya baik Gibran maupun Prabowo dari partai politiknya Jokowi yang sekarang atau bukan?” ujar Bivitri.
Atas dasar tersebut, kata Bivitri, jika dikaitkan dengan pasal-pasal lainnya, penggunaan Pasal 299 UU Pemilu tidak berlaku bagi Presiden Jokowi. Soalnya, Jokowi sudah tidak bisa maju lagi sebagai calon presiden tapi hanya anaknya.
“Mereka bukan dari partainya, dia (Jokowi) PDI Perjuangan, dan dia (Jokowi) bukan tim resmi dari paslon 02. Bukan jubir juga,” ujar Bivitri lagi.
Di samping itu, kata Bivitri, publik masih mempersoalkan UU Pemilu karena minimnya keterlibatan masyarakat ketika membuat perundang-undangan tersebut sehingga perlu ditinjau kembali. “UU Pemilu ini disepakati DPR dan presiden, untuk tidak ubah untuk pemilu yang ini. Mereka terbuka dari awal, bersepakat tidak mengubah. Padahal berantakan sekali,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan menteri dan presiden boleh memihak dan berkampanye, selama tidak menggunakan fasilitas negara. Menurut Jokowi, selain pejabat publik, presiden juga berperan sebagai pejabat politik. Karena itu, selama tidak melanggar ketentuan, Jokowi menilai memihak dan berkampanye, sah untuk dilakukan.
“Ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang, setiap menteri sama saja. Presiden itu boleh kampanye, presiden boleh memihak, boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Semua itu pegangannya aturan. Kalau aturannya boleh, ya silakan,” ujar Jokowi.