Soal Temuan KPK Selisih Ekspor Bijih Nikel, Komisi VII Akan Bentuk Panja Dalami Kasusnya
Anggota Komisi VII DPR Yulian Gunhar memastikan akan menindaklanjuti temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait ekspor bijih nikel ke Tiongkok. Komisi VII disebut akan membentuk panitia kerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang khusus mendalami masalah tersebut.
Dugaan praktik ekspor bijih nikel, kata Gunhar, dapat merugikan pendapatan negara di tengah gencarnya program hilirisasi untuk menambah penerimaan negara. “KPK menduga terdapat kerugian keuangan negara dari sisi royalti dan bea keluar sebesar Rp 575 miliar akibat dugaan ekspor 5,3 juta ton bijih nikel ke Tiongkok sejak Januari 2020 hingga Juni 2022,” kata Gunhar dalam keterangannya, Selasa (27/6).
Berdasarkan temuan KPK itu, kata Gunhar, pemerintah perlu mengambil tindakan untuk mengevaluasi kebijakan pencegahan ekspor bijih nikel ilegal. Lolosnya ekspor ilegal bijih nikel tersebut hingga ke luar negeri diduga karena lemahnya sisi pengawasan pihak-pihak terkait.
“Selama ini pengawasan untuk mencegah ekspor ilegal dilakukan Badan Keamanan Laut (Bakamla), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, polisi air, dan kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Harus diusut tuntas siapa saja yang bermain,” ujar Gunhar.
Sebelumnya, KPK menyatakan bahwa terdapat selisih nilai ekspor sebesar Rp 14,5 triliun yang diduga akibat adanya pengiriman 5,3 juta ton bijih nikel ke Tiongkok sejak Januari 2020 hingga Juni 2022. Ketua Satgas Koordinator Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria menjelaskan, secara hukum kegiatan ekspor bijih nikel tersebut merupakan tindakan ilegal, lantaran pemerintah sejak 2020 telah melarang ekspor bijih nikel.
Berdasarkan data kajian KPK, kata Dian, ditemukan selisih data ekspor bijih nikel antara data milik Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data Bea dan Cukai Tiongkok. Dalam kajian tersebut disebutkan, Tiongkok telah mengimpor bijih nikel sebanyak 3.393.251.356 kilogram (kg) dari Indonesia. Selanjutnya, sebanyak 839.161.249 kg pada 2021, dan 1.085.675.336 kg pada 2022.
Berdasarkan data tersebut, kata Dian, KPK menemukan selisih nilai ekspor sebesar Rp 8,6 triliun pada 2020, Rp 2,7 triliun pada 2021, dan Rp 3,1 triliun pada 2022 hingga Juni 2023. Secara keseluruhan selisih nilai ekspor mencapai Rp 14,5 triliun.