100 Ribu Karyawan Retail Pusat Perbelanjaan Berpotensi Dirumahkan karena Covid-19
Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyebut tenant pusat belanja berpotensi merumahkan sebanyak 100 ribu karyawan lantaran Covid-19 dan pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta. Angka itu bahkan belum bisa mewakili situasi secara keseluruhan.
Ketua Umum Budihardjo Iduansjah Hippindo mengatakan, dari 465 perusahaan yang merupakan anggotanya, baru 90 perusahaan yang telah menyampaikan data mengenai potensi karyawan yang akan dirumahkan atau shifting.
“Kalau dirumahkan, kita anggap satu shift. Biasanya dua shift, kami belum dapat data detail, tapi kita baru dapat angka 100 ribu karyawan yang berpotensi dirumahkan,” kata Budihardjo saat telekonferensi pers secara virtual, Senin (28/9).
Secara nasional, kata Budi, sektor retail menyerap sebanyak 3 juta tenaga kerja dan 50% dari jumlah tersebut berada di pusat belanja. Karena itu, diperkirakan sekitar 1,5 juta karyawan yang bekerja di pusat belanja berpotensi mengalami penurunan pendapatan akibat menurunnya penjualan dan kunjungan di situasi pandemi saat ini.
“Jadi 1,5 juta (karyawan) itu belum termasuk keluarganya. Walau dibantu pemerintah, daya belinya akan terpengaruh juga jadi ekosistemnya akan terkena,” kata Budihardjo.
Aksi merumahkan karyawan yang dilakukan beberapa perusahaan retail, kata Budihardjo, sudah pasti dilakukan. Karena, aktivitas dan penjualan pusat belanja sempat kembali bergerak pada periode bulan Juli-Agustus 2020 karena terjadinya pelonggaran PSBB.
Namun saat Pemprov DKI kembali menetapkan PSBB penuh pada September 2020, penjualan tenant kembali merosot hingga hanya 10%. Kendati demikian, kata Budihardjo, para tenant enggan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para karyawannya sebab tenaga kerja di sektor retail ini mempunyai keterampilan atau tenaga ahli yang tidak mudah diperoleh pada situasi saat ini.
“Tanpa bantuan dari pemerintah, sangat besar (kemungkinan) ada penutupan. Beberapa retail brand bahkan sudah menutup di seluruh mal bisnisnya. Jadi brand itu sudah menyerah. Itu sudah ada,” kata Budihardjo.
Karena itu, kata Budihardjo, pemerintah dapat memberikan pertolongan secara langsung pada pusat belanja dan para pengusaha tenant. Pemerintah yang membatasi kapasitas di pusat belanja hanya mencapai 50%, maka retail hanya dapat beroperasi dengan ekspektasi penerimaan omzet hingga 50%.
Salah satu bentuk bantuan yang diharapkan, kata Budiharjo, termasuk pemberian subsidi gaji terhadap karyawan retail sebesar 50%. “Kita lihat dengan ozset 50%, karena pemerintah membatasi (tingkat okupansi) untuk kesehatan, dan kita sudah membayar pajak, 50% subsidi langsung harus diberikan pada pengusaha. Karena pengusaha dibatasi separuh, ia tidak bisa menanggung 100%,” kata Budihardjo.
Budihardjo memperkirakan, apabila dalam setahun sektor retail mendapatkan omzet sebesar hampir Rp 400 triliun, maka dengan pembatasan kapasitas 50%, maka omzet turun drastis menjadi Rp 200 triliun. Penurunan ini telah menyebabkan banyak perusahaan mengalami defisit dan beberapa brand untuk menutup toko karena biaya operasional tidak dapat ditutup oleh omzet.