
Peneliti Indef: Vaksinasi Covid-19 Bukan Jaminan Pulihkan Ekonomi Kita di 2021

Tangkapan layar YouTube, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati/Iconomics
Vaksinasi untuk mencegah penyebaran Covid-19 dinilai tidak akan berdampak besar terhadap pemulihan ekonomi Indonesia. Efektivitas vaksinasi dinilai hanya akan mampu membuat kegiatan perekonomian berangsung pulih ke arah normal.
“Saya yakin cukup berat segera pertumbuhan ekonomi kita benar-benar membaik. Kalau Covid-19 bisa dikendalikan karena vaksinasi, berbagai aktivitas ekonomi berangsur normal. Itu masih normal seperti perhotelan, kafe, retail modern, transportasi dan pariwisata. Tapi tidak langsung normal seperti sebelum Covid-19,” kata peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (23/12).
Menurut Enny, dampak Covid-19 ini benar-benar memukul perekonomian Indonesia. Meski tingkat kontraksinya lebih kecil ketimbang negara-negara tetangga di Asean, dampak Covid-19 memukul struktur tenaga kerja dan perekonomian Indonesia.
Proporsi pertumbuhan ekonomi Indonesia, kata Enny, ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Kedua kontributor ini tidak akan berubah dalam waktu jangka pendek atau dalam waktu setahun ke depan sehingga ketika membicarakan wajah ekonomi Indonesia, maka tidak bisa melepaskan dari kedua hal tersebut.
“Nyatanya dampak Covid-19 terhadap hal yang menopang konsumsi rumah tangga paling dahsyat. Itu sebabnya, Singapura pemulihannya dari triwulan II ke triwulan III secara persentase jauh lebih cepat. Kajian Indef, Indonesia itu (pemulihan) hanya 34%. Sementara Singapura lebih dari 47%. Pemulihan global sangat mempengaruhi Singapura,” kata Enny.
Dengan adanya Covid-19, kata Enny, berdampak terhadap angka pengangguran Indonesia. Ini penting dibahas karena angka pengangguran fungsi utamanya untuk mengembalikan daya beli masyarakat. Dan konsumsi rumah tangga ditentukan daya beli masyarakat. Lalu, daya beli masyarakat sangat ditentukan lapangan kerja.
Sementara itu, kata Enny, perlindungan sosial dan bantuan sosial sifatnya hanya penopang. Daya beli masyarakat akan relatif pulih apabila orang sudah punya pendapatan yang berarti sudah punya pekerjaan lagi. Sementara dampak pandemi terhadap pengangguran terbuka Indonesia per Agustus 2020 meningkat dari 7,10 juta orang menjadi 9,77 juta orang yang artinya ada tambahan sekitar 2,7 juta orang.
“Selain itu, orang tadinya bekerja penuh berkurang karena yang dirumahkan, ada yang sistem gantian. Jumlahnya per Agustus 2020 dari 6,42% menjadi 10,9% atau sekitar 14 juta orang. Belum lagi pekerja paruh waktu yang jumlahnya mencapai 35 juta atau 25,96%. Belum lagi yang shifting dari formal ke informal hampir 70%. Ini potensi orang yang harus dipulihkan daya belinya,” kata Enny.
Dengan jumlah sebesar itu, kata Enny, maka untuk memulihkan daya beli orang yang sebesar itu tidak hanya bisa mengandalkan anggaran perlindungan sosial dan bansos. Itu saja tidak akan memadai. Apalagi anggaran perlindungan sosial 2021 pasti akan lebih kecil dari 2020. “Padahal tahun ini saja tidak efektif untuk sekadar menopang penurunan daya beli masyarakat. Buktinya kan konsumsi rumah tangga sangat terkoreksi cukup dalam,” kata Enny.
Leave a reply
