Peran Public Affairs Dinilai Penting di Masa Transisi Terutama Pasca-Pemilu 2024
Indonesia baru saja melaksanakan pesta demokrasi 5 tahunan yang diselenggarakan secara serentak. Meski belum diketahui pemenang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, perpindahan pemerintahan sudah dipastikan akan terjadi di tahun ini.
Lantas bagaimana peran praktisi public affairs untuk menyikapi hal tersebut? Pastinya dibutuhkan suatu strategi untuk menghadapi perubahan struktur pemerintah yang kemungkinan diisi wajah-wajah baru.
Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) Agung Laksamana mengatakan, praktisi public affairs harus memiliki kapasitas untuk memahami apa yang akan terjadi ke depan. Terlebih praktisi public affairs perlu melakukan hal-hal yang bisa membuka peluang-peluang baru di masa transisi tersebut.
“Saya rasa ini sangat masuk akal, dan sangat relevan dengan kita di public affairs. Karena peran public affairs itu sebagai jembatan yang strategis. Penghubung antara bisnis, regulator, dan juga pembuat kebijakan,” kata Agung dalam acara Coffee Morning PAFI di Financial Club, Jakarta, Selasa (5/3).
Meski pemilu telah usai, kata Agung, masih terdapat beberapa hal yang harus diantisipasi seperti, gejolak sosial, ekonomi, dan kondisi politik. Dengan adanya kondisi tersebut, praktisi public affairs didorong untuk mulai memahami, dan membaca situasi yang akan terjadi.
Hal itu dilakukan, kata Agung, untuk memastikan arah dan tujuan perusahaan dalam membangun sinergi bersama pemerintahan yang baru. Di sisi lain, seorang public affairs juga harus memiliki strategi untuk memberikan masukan dan membangun jaringan untuk perusahaan.
“Mulai dari sekarang memberikan insight, input yang strategis, kemana arah dan tujuan bisnis ke depan. Artinya peran public affairs akan semakin strategis bagi korporasi dan bisnis,” ujar Agung.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, dalam mengelola negara dibutuhkan sinergi dari masing-masing aspek dan perspektif yang ada. Untuk mengelola negara, tidak bisa dilakukan hanya melalui aspek politik sehingga perlu ada koordinasi, dan konsolidasi dari aspek-aspek lain, termasuk dari sisi ekonomi.
“Jadi politik, ekonomi, dan hukum, saya kira ini tiga hal yang mutlak menjadi dasar penyelenggaraan pemerintah di sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan antara 3 aspek ini, atau institusi-institusi yang berada di politik, ekonomi, dan hukum, ini juga yang harus kita menjadi harus ada lembaga-lembaga atau kekuatan yang bisa mensinergikan,” ujar Doli.
Ketiga aspek tersebut, kata Doli, harus saling bersinergi antara satu dengan yang lainnya. Karena itu, peran public affairs dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk menjembatani ketiga aspek yang menjadi kunci dalam pengelolaan suatu negara. Juga dibutuhkan untuk meminimalisir adanya pertentangan antara ketiga aspek tersebut.
“Belum lagi misalnya kita membutuhkan bagaimana keputusan atau kebijakan politik, kebijakan ekonomi, kebijakan hukum ini itu bisa dipahami, disadari publik, masyarakat. Juga harus dipikirkan bagaimana mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan yang melibatkan publik,” kata Doli.