Beban Keuangan untuk Tutup Selisih Harga Biodiesel dan Solar Membengkak, Mulai Tahun Ini Dana BPDPKS Hanya untuk Program PSO

0
62

Mulai 2025 ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membatasi penggunaan dananya pada program insentif biodiesel. Badan itu tak lagi menutupi selisih harga biodiesel dan solar untuk program non subsidi atau non public service obligation (PSO), tetapi hanya untuk program PSO.

Hal itu terjadi karena beban biaya untuk menutupi selisih harga biodiesel dan solar terus membengkak. 

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan, tantangan utama program biodiesel adalah “tingginya selisih antara harga indeks pasar (HIP) biodiesel dengan HIP solar”. 

Hal ini terjadi kerena harga harga CPO yang menjadi bahan baku biodiesel dari waktu ke waktu terus meningkat sangat tinggi. Sedangkan di sisi lain, harga solar relatif stagnan, bahkan pada saat tertentu harga solar turun.

Apalagi, pemerintah juga dari tahun ke tahun terus meningkatkan kebijakan pencampuran biodiesel pada solar dari 35% sejak Februari 2023 menjadi B40 mulai 1 Januari 2025 ini.

“Beberapa langkah yang kami lakukan, khususnya untuk menekan selisih antara HIP biodiesel dan HIP solar, saat ini BPDPKS hanya membiayai insentif biodiesel untuk sektor PSO. Artinya, untuk bahan bakar nabati jenis solar yang mendapatkan subsidi, dari yang sebelumnya, baik PSO maupun non PSO selisih HIP-nya dibayarkan oleh BPDPKS. Tetapi pada tahun 2025, terkait dengan keterbatasan dana, maka sektor PSO saja yang didanai,” ujar Edddy dalam Rapat Dengar Pendapat Dengan Komisi XI DPR RI, Senin (17/2).

Baca Juga :   Peremajaan Sawit Rakyat Mendorong PEN, Pemerintah Targetkan 180.000 Hektar pada 2021

Eddy mengatakan, BPDPKS yang berdiri pada 2015, secara keseluruhan sudah mengalokasikan dana sekitar Rp191 triliun untuk menutupi selisih antara harga pasar biodiesel dengan solar.

Mengutip Kementerian ESDM, program mandatori biodiesel mulai diimplementasikan pada 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%. 

Secara bertahap kadar biodiesel meningkat hingga 7,5% pada tahun 2010. Pada periode 2011 hingga 2015 persentase biodiesel ditingkatkan dari 10% menjadi 15%. 

Selanjutnya pada 1 Januari 2016, ditingkatkan kadar biodiesel hingga 20% (B20). Program mandatori B20 berjalan baik dengan pemberian insentif dari BPDPKS untuk sektor PSO. Mulai 1 September 2018 pemberian insentif diperluas ke sektor non-PSO.

“Kami menghitung, untuk 2025 kita enggak mungkin lagi mendanai insentif biodiesel untuk seluruh pencampuran solar. Artinya, baik untuk PSO maupun non PSO,” ujar Eddy.

Eddy mengatakan, saat rapat dengan Komite Pengarah BPDPKS yang terdiri atas sejumlah Kementerian, yaitu Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM dan Kementerian PPN/Bappenas, BPDPKS sudah memaparkan kondisi keuangan Badan, yang menunjukkan Badan tak bisa lagi mendanai program insentif biodiesel untuk non PSO.

Baca Juga :   Presiden Jokowi Soroti Produksi dan Hilirisasi Kelapa

“Alternatifnya, kita hanya mendanai yang PSO. Toh APBN juga hanya mendanai ini. Sehingga itu akan mengurangi volume, yang dulunya 15,6 juta kiloliter, di tahun 2025 ini karena kita hanya mendanai PSO saja, akhirnya cuma 7,55 juta kiloliter,” ujarnya.

Pada tahun 2025, pemerintah menetapkan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kiloliter biodiesel dengan rincian, 7,55 juta kiloliter untuk PSO dan 8,07 juta kiloliter untuk non-PSO.

Tahun 2024, realisasi dana insentif biodiesel oleh BPDPKS mencapai Rp29,38 triliun.

Sementara di sisi lain, realisasi pendapatan BPDPKS pada 2024 sebesar Rp28,82 triliun. Pendapatan tersebut bersumber dari pungutan ekspor sebesar Rp25,75 triliun, pengelolaan dana sebesar Rp2,94 triliun dan pendapatan lainnya sebesar Rp129,47 miliar.

Selain untuk program insentif biodiesel, beban pengeluaran BPDPKS yang lainnya, diantaranya peremajaan sawit rakyat sebesar Rp1,29 triliun.

Total belanja BPDPKS pada 2024 sebesar Rp31,49 triliun. Dus, terdapat defisit sebesar Rp3,16 triliun. 

Defisit tersebut kemudian ditutupi dari saldo tahun anggaran sebelumnya yang sebesar Rp33,79 triliun.

Baca Juga :   Inilah Pesan Menteri Keuangan Kepada Dirut Baru BPDP Kelapa Sawit Eddy Abdurrahman

Karena itu, per akhir 2024, saldo anggaran BPDPKS saat ini sebesar Rp30,62 triliun.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics