Dirut PT SAE Minta Keadilan dari MA soal Kasasi TPPU Pemilik CV Samudera

0
289
Reporter: Kristian Ginting

Polemik antara PT Sumber Abadi Energindo (SAE) dan CV Samudera masih terus berlanjut. Kendati Direktur CV Samudera Rianto Mukjanto Bin Mukjanto sudah diputus bersalah dan menjadi terpidana dalam perkara penipuan, rupanya dinilai belum memberi keadilan terhadap Direktur Utama PT Sumber Abadi Energindo, Danny Yulis Setiawan. Mengapa?

Danny melalui kuasa hukumnya Saksono Yudiantoro mengatakan, putusan pengadilan tingkat pertama dan banding terhadap Rianto sama sekali tidak mempertimbangkan kerugian nyata yang dialami kliennya. Karena itu, Danny pun menuliskan surat terbuka kepada Mahkamah Agung (MA) untuk bisa mendapatkan keadilan atas hal tersebut.

“Putusan hakim tingkat pertama dan banding jelas tanpa memberikan pertimbangan hukum  tentang rasa keadilan  yang dirasakan dan diderita oleh klien kami yang secara nyata menderita kerugian materiil sejumlah Rp. 15.127.676.000,” ujar Saksono dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/2).

Saksono bercerita, kasus yang menimpa kliennya bermula dari penipuan yang dilakukan Rianto dalam rentang waktu Desember 2017 hingga Juli 2018. Pemilik perusahaan bidang pembuatan piring di Kudus ini bekerja sama dengan PT SAE untuk jual beli batu bara. Berjalannya waktu, tepatnya pada November 2017, PT SAE menghentikan pasokan batu bara kepada CV Samudera karena melanggar beberapa ketentuan di antaranya tidak tepat waktu untuk membayar.

Baca Juga :   Jurus Melawan Penipuan Bermodus "Salah Transfer"

Di samping itu, CV Samudera pun membeli batu bara dari perusahaan lain walau dalam perjanjian PT SAE disebut sebagai pemasok tunggal. Rianto sebagai pemilik CV Samudera berupaya melobi PT SAE agar tetap mau memasok batu bara tersebut. Tak ingin kecolongan, PT SAE mengajukan perjanjian kerja sama kepada CV Samudera.

Akan tetapi, janji tinggallah janji. Rianto kembali tak membayar sesuai dengan perjanjian. Sebelum masuk ke ranah hukum Rianto mencoba membayar tunggakannya dengan bilyet giro walau pada akhirnya bank menolaknya karena saldo rekeningnya tidak cukup. Karena tindakannya itu, Rianto dilaporkan dalam perkara penipuan hingga divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Semarang.

Walau begitu, kata Saksono, kliennya justru merasa tetap tidak mendapatkan keadilan dan terzalimi atas perilaku Rianto itu. Bahkan sejak penanganan tindak pidana penipuan/penggelapan yang berkembang menjadi perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU). Lalu, ada dugaan rekayasa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang berlanjut dengan kepailitan, pemeriksaan dan putusan perkara TPPU dari hakim tingkat pertama hingga banding.

Baca Juga :   Survei KPK Sebut Politik Uang Masih Jadi Isu di Pemilu 2024, Perempuan Paling Rentan

“Semuanya berpihak kepada kepentingan Rianto. Dengan adanya putusan perkara TPPU yang tidak memberikan rasa keadilan bagi klien kami tersebut, maka dengan ini kami memohon kepada yang terhormat bapak-bapak sebagai pemangku kewenangan di Republik Indonesia yang kami cintai  ini untuk memberikan putusan seadil-adilnya terhadap perkara Rianto soal TPPU yang saat ini masih dalam tingkat kasasi,” ujar Saksono lagi.

Menurut Saksono, modus Rianto dalam perkara ini menjanjikan berbagai hal untuk meyakinkan semua pihak sebagai pemasok, pemilik pabrik yang memproduksi barang dengan niat menipu karena tidak mau membayar utangnya. Justru Rianto dinilai menghimpun dana dalam rekening yang berbeda untuk membeli barang demi kepentingannya sendiri.

“Bahwa  dari fakta hukum itu, telah terbukti adanya tindak pidana TPPU yang telah diadili dalam 2 tingkatan di PN Kudus dan PT Semarang. Keduanya mengadili perkara pidana TPPU dengan tidak melaksanakan ketentuan undang-undang karena tidak memulihkan kerugian yang diderita klien kami” kata Saksono.

Masih kata Saksono, Rianto disebut menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil kejahatan dengan melakukan transaksi penarikan tunai secara masif  atas harta kekayaan hasil kejahatannya. Diduga dana tersebut ditempatkan di rekening lain serta mencampurkannya dengan harta hasil usaha CV Samudera dan menggunakan harta kekayaan  hasil kejahatan tersebut untuk membayar kewajiban kepada pihak ketiga.

Baca Juga :   Anggota Komisi III DPR: Putusan Bebas Kasus Indosurya Melukai Hati dan Rasa Keadilan

“Dari peristiwa hukum itu, ketidakmampuan CV Samudera di mana Rianto menjabat sebagai direktur diduga sengaja merekayasa keadaan pailit, yang didahului PKPU. Padahal, CV Samudera bukan perusahaan yang merugi tapi sengaja dipailtkan dan pihak pembelinya pun  bukan pengusaha yang mempunyai kemampuan finansial untuk membayar harga boedel pailit hingga sekitar Rp 15 miliar lebih. Dari sini, kami menduga sejak pengajuan PKPU, lalu terjadi pailit dan selanjutnya penjualan boedel pailit semuanya adalah rekayasa yang bertujuan untuk menghindari tagihan klien kami,” ujarnya.

Untuk diketahui, Direktur CV Samudera Rianto Mukjanto sempat menjadi buronan Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang karena kabur dan tidak menjalani putusan pengadilan. Kejari Semarang bersama Polda Jawa Tengah berhasil menangkap Rianto pada 2 November 2020 di Bali.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jateng memvonis Rianto selama 3 tahun pada 15 April 2020, karena terbukti melakukan penipuan. Majelis hakim juga memerintahkan Rianto agar ditahan.

 

Leave a reply

Iconomics