Level 5,75% Memadai untuk Kendalikan Inflasi, Bank Indonesia Berhenti Kerek Suku Bunga Acuan

0
160

Bank Indonesia diperkirakan tidak akan lagi menaikkan suku bunga acuannya ke depan. Bank Indonesia sendiri menilai BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang saat ini berada di level 5,75% memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1% pada semester I 2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023.

Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, 15-16 Februari 2023, Bank Indonesia untuk pertama kalinya dalam enam bulan terakhir tidak menaikkan suku bunga acuan.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menjelaskan kebijakan suku bunga Bank Indonesia selalu didasarkan dari perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Sejauh ini, inflasi inti dan inflasi Indeks Harga Konusmen (IHK) menurun jauh lebih cepat dari yang diperkirakan Bank Indonesia sebelumnya.

Perry mengatakan Januari lalu, Bank Indonesia memperkirkan inflasi inti berada di kisaran 3% dengan level tertinggi di 3,7%. Namun, berdasarkan realisasi Desember 2022 dan Januari 2023, Bank Indonesia merevisi proyeksi inflasi inti tertinggi menjadi 3,6%. Pada Desember 2022, inflasi inti sebesar 3,36% dan Januari 2023 sebesar 3,27%.

Sementara untuk inflasi IHK, Perry memerkirakan setelah base effect hilang pada September 2023, inflasi IHK akan berada di bawah 4% pada semester kedua 2023. Persisnya, Bank Indonesia memperkirakan inflasi IHK akan berada di level 3,5% pada semester kedua 2023. Pada Januari lalu, inflasi IHK masih sebesar 5,28%. Sebagaimana diketahui, inflasi Indonesia meningkat secara drastis setelah kenaikan harga BBM pada September 2022 lalu.

Baca Juga :   Ikatan Pegawai Bank Indonesia Bantu Korban Gempa Cianjur

Dengan perkembangan tingkat inflasi ini, baik inflasi inti maupun inflasi IHK, Perry mengatakan suku bunga BI di level 5,75% itu sudah memadai. “Memadai dalam arti, tidak diperlukan suatu kenaikan lagi. Dan itulah stance dari kebijakan moneter,” ujar Perry menjawab pertanyaa media dalam konferensi pers, Kamis (16/2).

Tak hanya karena inflasi yang terkendali, Bank Indonesia juga lebih optimistis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan cenderung bias ke atas dalam kisaran 4,5-5,3%.

“Perkiraan kami pertumbuhan ekonomi kita di Indonesia bias ke atasnya menjadi kurang lebih sekitar 5,1%. Ini sudah jauh lebih tinggi dari negara-negara lain,” ujar Perry.

Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia ini, antara lain dari tingginya ekspor ke China pasca reopening ekonomi negara itu. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi China menjadi 5,1% dari sebelumnya 4,6%, setelah adanya kebijakan reopening ekonomi.

“Nah, ini akan mendorong ekspor kita ke negara lain, khususnya China dan mendorong sumber pertumbuhan,” ujar Perry.

Baca Juga :   Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan di 3,5%

Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia lainnya, jelas Perry adalah konsumsi swasta yang meningkat, setelah pemerintah mencabut kebijakan PPKM sejak awal tahun ini. Dengan pencabutan kebijakan PPKM itu, tingkat kepercayaan konsumen meningkat yang menumbuhkan konsumsi.

Bagaiamana Bank Indonsia mempertimbangkan kebijakan The Fed?

Meskipun Bank Indonesia sudah sampai pada ‘terminal rate’ kenaikan suku bunga acuan, tetapi tampaknya bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed) masih akan menaikkan suku bunga Fed Fund Rate hingga ke kisaran 5,25%. Bila benar demikian, maka spread atau perbedaan suku bunga acuan Bank Indonesia dengan Fed Fund Rate hanya 50 basis poin.

Perry mengatakan inflasi di Amerika Serikat memang masih relatif tinggi, terutama karena dampak rambatan kenaikan upah. Sehingga, menurutnya, potensi terminal rate The Fed tidak di level 5% tetapi 5,25%.”Kemungkinan akhir tahun ini pun juga belum akan menurunkan suku bunganya (Fed Fund Rate),” ujar Perry.

Menyikapi dampak Fed Fund Rate yang masih akan naik, sejumlah jurus dilakukan oleh Bank Indonesia agar Indonesia tetap menarik di mata para investor global. Pertama, jelas Perry, melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk menjaga agar inflasi barang impor (imported inflation) tidak berdampak di dalam negeri.

Baca Juga :   BI Perkirakan Dampak Tapering Lebih Rendah Dibanding Kebijakan Serupa Tahun 2013

Tetapi, tambah Perry, itu saja tidak cukup. Jurus kedua Bank Indonesia adalah twist operation yaitu penjualan SBN jangka pendek agar yield SBN jangka pendek tetap menarik bagi masuknya investasi, khususnya portofolio. Masuknya investasi portofolio ini akan mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah. Investasi portofolio mencatat net inflows sebesar US$6,0 miliar hingga 14 Februari 2023.

Jurus ketiga yang tak kalah penting adalah implementasi kebijakan devisa hasil ekspor. Kebijakan ini secara resmi diberlakukan pada 1 Maret 2023. “Bulan lalu, kami sampaikan bahwa mekanismenya adalah eksportir menaruh term deposit ke bank, bank ini adalah para agen bank. Bank akan meneruskan term deposit-nya ke Bank Indonesia,” jelas Perry.

Jangka waktu term deposit ini adalah satu bulan, tiga bulan, 6 bulan, dengan tingat suku bunga yang kompetitif dengan suku bunga di luar negeri.

“Bank Indonesia punya counterpart di luar negeri dalam penempatan devisanya. Akan kompetitif,” ujar Perry.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics