Menko Polhukam Mahfud: Ada Kejanggalan Rp 300 T di Ditjen Pajak dan Bea Cukai
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyebut ada pergerakan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Bea Cukai.
“Kemarin ada 69 orang dengan nilai tidak sampai triliunan, hanya ratusan miliar. Sekarang hari ini sudah ditemukan lagi di sini kira-kira Rp 300 triliun,” kata Mahfud kepada wartawan di Universitas Gadjah Mada, Sleman, Yogyakarta, Rabu (8/3).
Informasi tersebut, kata Mahfud, sudah pula disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait kejanggalan itu. Karena itu, pihak-pihak terkait diminta menelusuri temuan transaksi tidak wajar itu.
“Itu harus dilacak. Saya sudah sampaikan kepada Ibu Sri Mulyani, PPATK juga sudah menyampaikan,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, dalam situasi saat ini tidak yang berkaitan dengan informasi sudah tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Untuk mencegah beredarnya hoaks di tengah masyarakat, makanya informasi-informasi penting itu disampaikan kepada publik.
“Kenapa saya berbicara, kita kan tidak bisa sembunyi-sembunyi di era sekarang. Saya tidak omong, itu juga bisa bocor keluar. Maka saya sampaikan mendahului berita hoaks. Ini yang saya sampaikan tidak hoaks, ada datanya tertulis,” ujar Mahfud.
Sementara itu, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu telah mengaudit investigasi Rafael Alun Trisambodo, mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II. Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengatakan, ada 3 tim yang melakukan audit investigasi terhadap harta kekayaan Rafael. Hasil kerja ketiga tim ini mengungkapkan cara-cara Rafael menyembunyikan harta kekayaannya.
“Audit investigasi itu intinya untuk mendalami kekayaan atau harta yang belum dilaporkan, termasuk kalau ada dugaan-dugaan pelanggaran,” ujar Awan.
Tim eksaminasi ini, kata Awan, juga melakukan penelitian mendalam atas harta yang ada di media sosial, baik itu video, foto dan lain sebagainya. Sedangkan, tim kedua bertugas menelusuri harta kekayaan yang belum dilaporkan.
Tim ini, kata Awan, menemukan terdapat hasil usaha sewa yang tidak sepenuhnya dilaporkan dalam harta kekayaan. Rafael juga tidak sepenuhnya melaporkan harta berupa uang tunai dan bangunan. Kemudian, sebagian aset diatasnamakan pihak terafiliasi, seperti orang tua, kakak, adik dan teman.
Tim ketiga yaitu tim investigasi dugaan fraud, menemukan Rafael Alun tidak patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak, serta memiliki gaya hidup pribadi dan keluarga yang tidak sesuai dengan asas kepatutan dan kepantasan sebagai ASN.