Menperin Agus Gumiwang Siapkan Langkah Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah
Kementerian Perindustrian merespons perkembangan geopolitik Timur Tengah. Konflik di Timur Tengah setidaknya berdampak pada tiga hal, yaitu peningkatan harga energi, peningkatan biaya logistik, dan penguatan nilai tukar Dollar Amerika Serikat (US$).
Pemerintah Indonesia perlu menganalisa dan menyiapkan smart policy untuk memitigasi pengaruh terhadap sektor manufaktur di dalam negeri. Kemenperin akan segera melakukan koordinasi dengan para pelaku industri.
“Saat ini, Kemenperin berupaya memetakan solusi-solusi untuk mengamankan sektor industri dari dampak konflik yang tengah terjadi,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya.
Solusi yang dirumuskan Kemenperin meliputi penyiapan insentif impor bahan baku industri yang berasal dari Timur Tengah karena adanya kemungkinan terganggunya suplai bahan baku bagi industri dalam negeri, terutama pada industri produsen kimia hulu yang mengimpor sebagian besar naphtha dan bahan baku kimia lainnya dari kawasan tersebut. Relaksasi impor bahan baku tertentu juga dibutuhkan untuk kemudahan memperoleh bahan baku, mengingat negara-negara lain juga berlomba mendapatkan supplier alternatif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industrinya.
Selanjutnya, mempercepat langkah-langkah pendalaman, penguatan, maupun penyebaran struktur industri, yang bertujuan untuk segera meningkatkan program substitusi impor. Hal ini perlu didukung dengan memperketat ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk mengantisipasi excess trade diversion dari negara lain ke Indonesia. Artinya, Kementerian/Lembaga harus lebih disiplin dalam pengadaan belanja barang dan jasa dengan menggunakan Produk Dalam Negeri.
Menperin menambahkan, saat ini juga merupakan momen yang tepat bagi sektor industri untuk mendapatkan kepastian keberlanjutan implementasi kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Adanya risiko peningkatan harga energi dapat berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan daya saing subsektor industri. Oleh karenanya, kebijakan HGBT sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing produksi.
Menperin juga mengusulkan peningkatan penggunaan mata uang lokal (Local Currency Transaction) untuk transaksi bilateral yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia dan negara mitra. Dengan kata lain, nasabah Indonesia dan nasabah mitra dapat membayar atau menerima pembayaran dalam mata uang lokal tanpa melalui mata uang US$.
“Langkah ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap hard currencies, terutama US$, mengingat skala ekonomi dan volume perdagangan antar negara Asia terus meningkat, juga untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar Rupiah,” kata Menperin.