Pakar: Penyusunan RUU KUP Perlu Kesabaran agar Dapat Memenuhi Unsur Kesejahteraan Rakyat

0
826

Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) sedang dielaborasi oleh Komisi XI DPR RI. Rancangan tersebut telah dimuat dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 dan harapannya dapat diundangkan pada tahun 2022.

Simanungkalit Sihombing & Rekan, Counsellors at Law (SNR) melihat latar belakang pembahasan revisi RUU KUP ini adalah pemikiran dan concern mengenai sistem perpajakan nasional yang dinilai belum mampu untuk mendukung sustainabilitas pembangunan dalam jangka menengah dan panjang. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi APBN beberapa tahun terakhir, yang selalu meningkat sesuai perkembangan kebutuhan bernegara dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, namun penerimaan perpajakan belum cukup optimal untuk mendukung pendanaan negara.

Dalam sebuah webinar yang digelar SNR, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengungkap latar belakang, proses legislatif, bahkan masukan-masukan yang masih menjadi perdebatan dalam penyusunan RUU KUP, sampai ke detil yang teramat signifikan, seperti penegakan hukum pajak sebagai ultimum remidium, rencana perumusan General Anti Avoidance Rules (GAAR) dan Spesific Anti Avoidance Rules (SAAR) sebagaimana telah diberlakukan oleh banyak negara maju, serta dengan bersikap sangat transparan dan informatif atas setiap tahapan yang sudah dilalui oleh Komisi XI DPR RI.

Baca Juga :   DPR dan Pemerintah Prioritaskan Omnibus Law Perpajakan di 2020

Ia pun membuka kesempatan bagi siapapun yang sekiranya dapat memberikan masukan untuk mematangkan RUU KUP secara intensif.

Direktur P2Humas Ditjen Pajak RI Neilmaldrin Noor menyoroti ketidakoptimalan indeks penerimaan pajak, kondisi ekonomi pasca pandemi, isu mengenai kategorisasi pajak khusus seperti PPN, pajak karbon, cukai, sampai kepada tantangan bagi para lawmakers maupun stakeholders terkait dengan kebijakan perpajakan yang kini sedang diintensifkan perumusannya, terutama RUU KUP dalam menyiasati Global Financial Crisis yang berdampak pada penurunan iklim investasi.

Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak FIA UI Prof. Haula Rosdiana, M.Si. turut memberikan pandangan bahwa  dalam proses penyusunan RUU KUP yang benar-benar dapat memenuhi unsur kesejahteraan rakyat, dibutuhkan sikap yang bijak dan sabar, serta tidak terburu-buru. Selain mengingatkan akan pentingnya akurasi kebijakan, ia juga menekankan pentingnya pemahaman atas demokrasi perpajakan, kelembagaan dan politik hukum yang seringkali bersinggungan dengan penerimaan masyarakat secara praktis dan terus bersikap peka terhadap dinamika pajak yang terus berkembang.

Dalam webinar yang sama, Tax Partner – Ernst & Young Indonesia Drs. Iman Santoso, M.Si menyoroti tentang teknis persidangan untuk para Wajib Pajak dan Fiskus, program peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, Insentif, Fringe Benefits, yang berujung pada pemberian saran terkait penentuan tarif Revenue Productivity dan penambahan layer pada susunan tarif PPh di kawasan Asia sebagai strategi peningkatan pajak dari High Net Worth Individuals dalam jangka panjang tanpa mengganggu struktur keuangan masyarakat menengah ke bawah.

Leave a reply

Iconomics