Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat, Apa Kabar Sektor Jasa Keuangan?
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2024 melambat menjadi 5,05 persen year on year (yoy) dari 5,11 persen pada triwulan I 2024 dan 5,17 persen pada triwilan II 2023.
Di tengah pelambatan ekonomi itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan [OJK] Mahendra Siregar mengatakan, hingga akhir Juni 2024, sektor jasa keuangan masih tumbuh kuat, baik intermediasi perbankan, penyaluran pembiayaan perusahaan multifinance, akumulasi premi asuransi komersil, maupun penggalangan dana di pasar modal.
“Dapat kami sampaikan bahwa kalau dilihat dari peran sektor jasa keuangan sebagai intermediasi dari penyediaan pembiayaan bagi sektor-sektor riil yang menjadi penopang bagi pertumbuhan ekonomi, dapat kami laporkan bahwa angka-angka yang terlihat di dalam seluruh bidang di sektor jasa keuangan itu tetap tumbuh kuat,” ujar Mahendra dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 5 Agustus.
Kinerja fungsi intermediasi perbankan terus melanjutkan tren peningkatan. Pada Juni 2024, secara bulanan (mtm) kredit mengalami peningkatan sebesar Rp102,29 triliun, atau tumbuh sebesar 1,39 persen mtm.
Adapun secara tahunan, pertumbuhan penyaluran kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 12,36 persen yoy (Mei 2024: 12,15 persen) menjadi Rp7.478,4 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 15,09 persen yoy, disusul kredit modal kerja tumbuh sebesar 11,68 persen yoy.
Ditinjau dari kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 14,95 persen yoy.
Mahendra mengatakan, pertumbuhan tinggi pada kredit investasi dan modal kerja merupakan mesin pertumbuhan untuk sektor riil.
“Jadi, kalau melihat hal tadi, kami memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor riil ke depan ini dengan dukungan dari kredit perbakan tetap kuat,” ujarnya.
Piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan (PP) juga tumbuh sebesar 10,72 persen yoy pada Juni 2024 (Mei 2024: 11,21 persen yoy) menjadi Rp492,17 triliun, didukung pembiayaan modal kerja yang meningkat sebesar 11,46 persen yoy (Mei 2024: 8,81 persen yoy).
Akumulasi pendapatan premi asuransi komersil juga mengalami peningkatan menjadi Rp165,18 triliun, atau naik 8,46 persen yoy, yang terdiri dari premi asuransi jiwa yang tumbuh sebesar 2,29 persen yoy dengan nilai sebesar Rp87,99 triliun, dan premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 16,46 persen yoy dengan nilai sebesar Rp77,20 triliun.
Penghimpunan dana di pasar modal juga masih dalam tren yang positif, tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp129,90 triliun di mana Rp4,39 triliun di antaranya merupakan fundraising dari 28 emiten baru. Sementara itu, masih terdapat 111 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp33,04 triliun.
Untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF), sejak pemberlakuan ketentuan SCF hingga 30 Juli 2024, telah terdapat 17 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 579 penerbit, 159.957 pemodal, dan total dana SCF yang dihimpun dan teradministrasi di KSEI sebesar Rp1,15 triliun.
Mahendra mengatakan, kinerja positif sektor jasa keuangan pada triwulan II 2024 lalu, sekaligus “akan menjadi landasan yang kuat bagi pertumbihan di periode triwulan berikutnya.”
“Selain mengacu pada apa yang sudah dicapai oleh kinerja sektor jasa keuangan itu, kami tentu terus berupaya untuk mengoptimalkan peran sektor jasa keuangan dari segi penguatan maupun pengembangannya di berbagai bidang,” ujarnya.
Di BPR, OJK terus mendorong tata kelola yang baik pada BPR sehingga kelak bisa go public di Bursa Efek.
Di pasar modal, OJK membuka peluang manajer investasi menjadi pendiri dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yang sebelumnya hanya dilakukan oleh bank maupun asuransi jiwa.