Sudah Merugi, Rencana Kenaikan PPN akan Memperburuk Kinerja Keuangan Industri Asuransi di Indonesia
Rencana Pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025, diperkirakan akan memperburuk kondisi industri asuransi umum pada tahun depan.
Hingga sembilan bulan 2024 saja, industri asuransi umum di Indonesia mencatkan rugi setelah pajak, akibat menurunnya hasil underwriting.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia [AAUI], Budi Herawan mengatakan, kenaikan PPN seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), akan berdampak pada neraca keuangan perusahaan asuransi.
“Kalau sampai nanti tidak ada relaksasi perpanjangan waktu, saya yakin industri kita juga akan berat menghadapi tahun 2025,” ujar Budi menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers kinerja asuransi umum periode Januri-September 2024, di Jakarta, Rabu (3/12).
Kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% itu setara dengan peningkatan 9% pada kewajiban pajak. Sebagai ilustrasi, untuk barang dan jasa yang memiliki harga Rp1.000.000, dengan tarif PPN 11%, kewaiban PPN adalah Rp110.000. Sementara bila tarif PPN menjadi 12%, kewajiban pajaknya menjadi Rp120.000. Dengan demikian, nilai kewajiban PPN meningkat sebesar 9,09%.
“Kalau kita lihat secara neraca, jelas itu nanti beban pajaknya akan meningkat signifikan dan akhirnya itu menggerus tingkat profitabilitas yang ada di industri asuransi umum, termasuk juga nanti di industri asuransi jiwa,” ujar Budi.
Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan [OJK] yang dipaparkan Trinita Situmeang, Wakil Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia [AAUI] untuk Bidang Statistik & Riset dalam konferensi pers, industri asuransi umum membukukan rugi bersih setelah pajak sebesar Rp1,71 triliun, dari laba sebesar Rp5,92 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Kerugian ini terjadi karena adanya penurunan hasil underwriting sebesar 48,38%, dari Rp13,96 triliun pada akhir kuartal III 2023 menjadi Rp7,21 triliun akhir kuartal III 2024.
Per akhir kuartal III 2024, seluruh anggota AAUI membukukan premi dicatat sebesar Rp79,6 trilium, naik 14,5% dari Rp69,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan premi ini ditopang oleh beberapa sektor yaitu asuransi kesehatan (+32%), aviasi atau penerbangan (+29,5%), marine hull (+26,7%), properti (+26,5%), dan aneka industri atau miscellaneous (+21,5%).
Pendapatan premi dari sejumlah lini bisnis juga mengalami kontraksi seperti asuransi rekayasa, asuransi liability, asuransi kecelakaan diri, suretyship, dan energy off shore.
AAUI juga melaporkan pembayaran klaim yang telah dilakukan oleh industri asuransi umum pada periode hingga triwulan III-2024 ini. Pembayaran klaim meningkat 18,5%, dari Rp28,18 triliun pada kuartal III 2023 menjadi Rp33,38 triliun pada kuartal III 2024.
Penyumbang utama perolehan premi keseluruhan lini usaha di industri asuransi umum pada triwulan III 2024 ini adalah Asuransi Harta Benda dan Asuransi Kendaraan Bermotor. Kedua lini usaha ini membukukan premi dengan proporsi presentasenya sebesar 47,9% dari semua lini usaha.
Porsi terbesar perolehan premi juga berasal dari asuransi kredit dan juga asuransi kesehatan dengan proposi masing-masing adalah 15,6% dan 8,8% atau jika digabungkan 24,4%.