Transisi Energi, PLN Berhasil Mengurangi Emisi Karbondioksida Sebesar 50 Juta Ton

Ilustrasi PLTS/Foto: Dok.PLN
Upaya transisi energi dari fosil ke energi baru dan terbarukan dilakukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Berbagai upaya transisi ini telah berhasil mengurangi emisi mencapai 50 juta karbondioksida (CO2) hingga tahun 2023 ini.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan keberhasilan mengurangi emisi CO2 tersebut dicapai melalui berbagai upaya seperti co-firing biomassa dan efisiensi energi.
Darmawan mengatakan selain merancang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL yang lebih hijau dengan porsi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 20,9 Giga Watt (GW) dari total 42 GW, PLN juga telah mengimplementasikan co-firing biomassa di 37 PLTU. Implementasi co-firing biomassa ini telah berhasil menurunkan emisi 1,2 juta ton CO2. Darmawan mengatakan upaya ini akan terus diaplikasikan di di 52 pembangkit PLN.
“Kami juga melakukan kolaborasi dengan berbagai pemerintah daerah bagaimana membangun strategi mengolah sampah menjadi bahan bakar jumputan padat dan ini bisa kami jadikan feedstock biomassa untuk bahan bakar pembangkit PLTU kami,” ujar Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RPD) dengan Panitia Kerja (Panja) Transisi Energi Komisi VI DPR RI, Rabu (12/7).
Selain co-firing biomassa, PLN juga menjalankan program dedieselisasi. Program ini terutama dilakukan di wilayah-wilayah terpencil yang masih mengandalkan pembangkit diesel yang memiliki biaya pokok produksi sebesar US$25 sen/kWh hingga US$40 sen/kWh.
“Walaupun energi baru terbarukan dengan battery energy storage system ini secara komparatif juga tidak murah, tetapi ternyata bisa lebih murah daripada biaya listrik yang berbasis pada diesel dan juga BBM. Sehingga, ini menjadi salah satu solusi bagaimana kita bisa mengalihkan BBM yang sebagian juga masih diimpor digantikan dengan energi yang berbasis pada domestik, ini energi yang mahal menjadi energi yang mungkin sedikit lebih murah, dan di sini energi yang berbasis fosil fuel digantikan dengan energi yang berbasiskan pada energi baru terbarukan,” jelasnya.
PLN juga menggantikan PLTU subcritical (pembangit tua) dengan PLTU dengan teknologi terbaru atau Ultra Super Critical (USC), sehingga bahan bakarnya lebih efisien. PLN juga mengganti PLTGU yang tadinya single sycle menjadi combined cycle.
“Kalau single cycle walaupun suhunya masih tinggi tetapi langsung dibuang ke environment, tetapi kalau combined cycle udara panas itu kita tangkap kembali dan digunakan untuk membakar boiler sehingga ada tambahan produksi listrik yang bisa kami tangkap, sehingga ada penghematan dari bahan bakar gasnya dan otomatis setiap kWh listrik emisinya gas rumah kacanya juga bisa dikurangi,” ujarnya.
Selain menghemat bahan bakar, menurut Darmawan, pergantian dari PLTU subcritical menjadi PLTU dengan teknologi USC, serta penggunaan PLTGU combined cycle juga menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 7 juta ton CO2.