Emiten Konstituen Indeks ESG Lebih Disukai Investor, Mengapa?

0
100

Bila dulu kinerja keuangan menjadi parameter utama dalam membeli saham, kini pemenuhan standar Lingkungan (Environmental), Sosial (Social) dan Tata Kelola (Governance) atau ESG juga menjadi indikator yang tak kalah penting bagi sejumlah investor di pasar modal.

Karena itu, Maria R Nindita Radyati, Ketua ESG Task Force Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), mengatakan banyak sekali perusahaan di Indonesia memandang perlu untuk mengungkapkan [disclosure] praktik ESG yang mereka lakukan.

Bursa Efek Indonesia (BEI) juga sudah memberikan wadah bagi emiten dengan praktik ESG terbaik dalam  empat indeks yang berhubungan dengan ESG.

Perempuan yang disapa Nita ini mengatakan menjadi konstituen dari keempat indeks tersebut “merupakan sesuatu yang bergengsi.”

“Kalau perusahaan-perushaan itu masuk  dalam indeks-indeks tersebut, maka dia lebih disukai investor,” ujar Nita dalam acara ‘Comms Outlook 2024: Adaptive & Optimistic’ yang digelar The Iconomics di Jakarta, Senin (29/1),

Ada pun keempat indeks terkait ESG tersebut adalah, IDX ESG Leaders yang merupakan kerja sama BEI dengan Morningstar Sustainalytics, Indeks SRI-Kehati dari Yayasan Kehati, Indeks ESG Quality 45 juga dari Yayasan Kehati dan IDX ESG Leaders.

Baca Juga :   Bank DBS Indonesia dan BNP Paribas Asset Management Luncurkan Reksa Dana ESG

Menurut Nita, saham-saham yang masuk dalam daftar keempat indeks tersebut dipilih investor karena memiliki risiko bisnis yang rendah.

“Karena dia memperhatikan ESG,” ujarnya.

Nita yang juga merupakan pendiri dan pemilik Institute for Sustainability and Agility (ISA), mengambil contoh perusahaan agrikultur seperti Great Giant Foods (GGF) – salah satu kliennya – dalam mengahadapi ancaman perubahan iklim. GGF, sudah menjalankan sirkular ekonomi sebagai mitigasi perubahan iklim.

“Itu adalah risk mitigation yang paling keren.  Jadi, sebenarnya tidak hanya risk saja yang diminta investor untuk diungkapkan (disclosure), tetapi termasuk opportunities,” ujarnya.

Karena ESG ini penting bagi investor, maka Nita mengatakan perusahaan-perusahaan penting sekali untuk mengkomunikasikan apa saja yang sudah dilakukannya terkait ESG. Dalam komunikasi ini, perusahaan tidak boleh melakukan praktik greenwashing atau penyampaian kesan palsu atau informasi menyesatkan tentang bagaimana produk suatu perusahaan ramah lingkungan.

Untuk menghindari greenwashing, menurut Nita langkah pertama yang dilakukan adalah mengikuti standar pengungkapan (disclosure) yang digunakan.

“Kita tahu stadar disclosure  itu banyak sekali. Beda industri, disclosure  standar-nya pun beda. Maka kita jangan salah pilih. Tetapi dalam panduan Kadin, kami buat menggunakan standar yang bisa digunakan oleh seluruh jenis sektor,” ujarya.

Baca Juga :   Konsisten Dorong Aspek ESG, Bank Mandiri Perkuat Kolaborasi dengan Volta

Selanjutnya, langkah kedua yang dilakukan untuk menghindari greenwashing adalah “show your brief ESG assessment” yaitu outside in, single materiality assessments dan risk assessment.

“Di kami, dalam membantu Pelindo, kemudian Vale, Pertamina, dan lain-lain itu, selalu dimulai dengan risk assessment. Tentu yang pertama gap analysis dulu, kemudian  risk assessment. Kemudian kita tentukan prioritas atau materiality risk-nya yang mana,” ujarnya.

Hasil asesmen ini, tambah Nita, “perlu dikomunikasikan, sehingga calon investor itu tahu, kalau saya beli saham di perusahaan ini risikonya itu apa? Kemudian bagaimana perusahaan ini menyiapkan tindakan mitigasinya?” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics