Menguat 4,04% Pada Pekan Pertama, Simak Proyeksi IHSG Pekan Kedua November

Ilustrasi/Hanamera
Mayoritas pasar saham seluruh dunia sumringah atas hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Berdasarkan berbagai perhitungan sementara Joe Biden dari Demokrat berhasil memenangkan pertarungan, mengalahkan petahana Donald Trum dari partai Republik.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun selama pekan pertama November menguat 4,04% dari 5.128,23 pada Selasa (27/10) – sebelum libur panjang – menjadi Rp5.335,53 pada penutupan perdagangan Jumat (6/11).
Hans Kwee, analis pasar modal dan Direktur PT Anugerah Mega Investama mengatakan pelaku pasar sangat memperhatikan pemilihan presiden Amerika Serikat karena berpengaruh pada kebijakan Negeri Uwak Sam itu ke depannya. Salah satunya terkait perang dagang dengan sejumlah negara termasuk China yang selama ini dilakukan pemerintahan Donald Trump.
Dengan kemenangan Biden, “Ada harapan perang dagang AS dengan China, Eropa dan Meksiko akan berhenti. Ini cenderung membuat risiko pasar turun dan menurunkan votalitas pasar. Hal ini cenderung membuat mata uang dunia menguat terhadap USD termasuk Yuan, Euro, dan lain-lain. Rupiah tidak tertinggal dan dalam beberapa hari mengalami penguatan signifikan. Ini juga mendorong dana masuk ke aset berisiko di emerging market,” ujar Hans, Minggu (8/11).
Walaupun kursi kepresidenan sudah kembali diambil alih Demokrat, namun menurut Hans partai Republik diperkirakan masih akan mengontrol Senat. Partai Demokrat menguasai DPR AS. Hal ini berpotensi menyulitkan Biden dan Demokrat meloloskan kebijkan stimulus fiskal dalam jumlah besar.
“Tertundanya kebijakan fiskal sangat mungkin mendorong Federal Reserve mengeluarkan kebijkan moneter yang lebih akomodatif. Tambahan stimulus moneter, suku bunga rendah dalam jangka panjang karena terbatasnya stimulus fiskal untuk membuat ekonomi Amerika Serikat sulit cepat pulih. Hal ini menjadi keuntungan bagi pasar negara berkembang,” ujarnya.
Selain menghalangi stimulus fiskal yang besar, dominasi Republik di Senat juga menghalangi perubahan kebijakan yang radikal di AS. Hal ini akan menyulitkan kenaikan pajak perusahaan dan perseroangan, pengawasan perusahaan yang lebih ketat, memperluas healthcare dan memerangi perubahan iklim dengan kebijakan green energy. “Hal ini merupakan kuncian yang baik terutama untuk pasar keuangan karena bila terjadi kenaikan pajak perusahaan mendorong valuasi saham menjadi mahal dan berpotensi mendorong pasar saham Amerika Serikat terkoreksi,” ujar Hans.
Hans mengatakan meski Biden sudah diunggulkan berdasarkan perhitungan sementara, tetapi potensi sengketa pemilu sangat mungkin terjadi. Hal ini tidak lepas dari metode pemilihan umum yang dilakukan, dimana diizinkannya penggunaan pos untuk mengirim surat suara. Pendukung Demokrat lebih taat protokol kesehatan sehingga banyak megirim surat suara via pos. Sedangkan pendukung Republik banyak datang ke tempat pengambilan suara. Karena itu, perhitungan di beberapa negara bagian yang mengalami pertarungan berat di awal perhitungan suara Republik mampu menang, tetapi setelah surat suara dari pos dihitung keadaan mulai berbalik. Belum lagi di negara bagian yang sangat ketat ini selisih suara kedua partai cukup ketat sehingga menimbulkan risiko diperdebatkan.
Di negara bagian dengan pertarungan ketat seperti Georgia, Pennsylvania, Arizona, dan Nevada, Biden mampu memimpin setelah surat suara via pos dihitung. Trump merasa dicurangi karena pembalikan arah suara ini. Di beberapa negara bagian penting yang menentukan perhitungan suara Trump telah mengajukan gugatan hukum sehingga menaikan ketidakpastian pasar. “Pemilu yang berakhir di pengadilan dikhawatirkan akan membuat pelaku pasar melakukan aksi ambil untung,” ujar Hans.
Selain sentimen hasil pemilihan presiden Amerika Serikat, Hans mengatakan isu lain yang juga masih menjadi perhatian pasar ke depan adalah kenaikan kasus Covid-19. Peningkatan kasus telah memaksa beberapa negara melakukan penguncian kembali dan cenderung menghalangi tren pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Inggris memasuki penguncian kedua untuk menekan peningkatan jumlah kasus Covid-19. Italia dan Norwegia juga memperketat pembatasan akibat naiknya kasus Covid-19.
“Biden juga dianggap lebih pro kesehatan sehingga berpotensi mendorong terjadinya lockdown yang ketat di Amerika Serikat untuk mengatasi pandemi corona baru yang sekarang terjadi. Penguncian ekonomi akibat pendemi berpotensi menurunkan aktivitas ekonomi dan berpotensi mendorong pasar saham terkoreksi,” ujar Hans.
Dari dalam negeri, ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2020 resmi mengalami resesi dengan tumbuh negatif 3,49 %. Tetapi pertumbuhan ini lebih baik dari negatif 5,32 % pada kuartal kedua dan lebih baik dari banyak negara lain di dunia. Hasil pemilu AS membuat mata uang yang paling volatil terhadap Dollar seperti Yen Jepang, Rupiah dan Won Korea menguat. Potensi dana asing akan kembali masuk ke emerging market. Obligasi Pemerintah Indonesia juga berpotensi mendapatkan sentimen positif karena nilai tukar Rupiah yang dianggap undervalued, biaya lindung nilai yang relatif rendah dan Yield US Treasury masih akan tetap rendah.
“Pasar saham dunia termasuk Indonesia diawal pekan [kedua November] mungkin menguat menyambut kemenangan Biden. Tetapi sesudah itu sangat rawan mengalami aksi profit taking akibat kenaikan yang banyak pada minggu lalu. Selain itu potensi sengekta politik di AS membawa peluang pelaku pasar melakukan aksi ambil untung,” ujar Hans.
Hans memperkirakan IHSG akan bergerak pada resistance 5.381 sampai 5.500 dan support di level 5.246 sampai 5.161.
Ari Pitojo, Chief Investment Officer (CIO) Eastspring Investments Indonesia mengatakan pasar saham diperkirakan masih bergejolak beberapa waktu ke depan terutama dalam jangka pendek. “Kami melihat sorotan utama masih akan berkisar pada perkembangan penanganan atas penyebaran virus corona di berbagai negara,” ujar Ari, Kamis (11/11).