Belum Tuntas di Bappebti, OJK Lanjutkan Proses Perizinan 14 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto

0
34

Otoritas Jasa Keuangan [OJK] melanjutkan proses perizinan 14 calon pedagang fisik aset kripto, pasca-peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto, OJK, mengatakan para calon pedagang aset keuangan digital tersebut sebelumnya sudah memulai proses perizinannya di Bappbeti. 

Tetapi hingga peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan ke OJK,  mereka belum menuntaskan persetujuan dari Bappebti dan akhirnya dialihkan ke OJK.

“Sesuai dengan apa yang kami buat di dalam POJK maupun nota kesepahaman yang kami sepakati [dengan Bappebti], kami tidak akan mengulang dari awal proses perizinannya. Tetapi akan kami lanjutkan sesuai dengan status terakhir apa yang sudah tuntas dilakukan di Bappebti untuk kemudian menyelesaikan di evaluasi akhir dan penerbitan akhir keputusan perizinannya di OJK,” ujar Hasan dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (13/2).

Pengaturan dan pengawasan aset kripto resmi beralih ke OJK pada 10 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Jauh sebelum UU P2SK, Bappebti, yang merupakan lembaga di bawah Kementerian Perdagangan, meregulasi dan mengawasi aset kripto sejak 2018, ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 tahun 2018.

Baca Juga :   Ketua DK OJK: Kondisi Sektor Jasa Keuangan Stabil, Tetapi Perlu Waspada

Peraturan yang terbit pada 20 September 2018 itu menetapkan aset kripto “sebagai Komoditi yang dapat dijadikan Subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka.”

Setelah aturan itu terbit, Bappebti kemudian merilis sejumlah peraturan seperti Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.

Kemudian, Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka, sebagaimana telah diubah dengan Perba Nomor 9 Tahun 2019, Perba Nomor 2 Tahun 2020, dan Nomor 3 Tahun 2020.

Bappebti juga sudah merilis Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Di bawah Bappebti, kelembagaan dalam ekosistem perdagangan aset kripto di Indonesia sudah terbentuk. Dari semula, sebelum diregulasi hanya ada exchanger atau Pedagang Fisik Aset Kripto,  pada 17 Juli 2023, Bappebti menunjuk perusahaan yang berperan sebagai Bursa, Kliring dan Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto.

Tiga perusahaan itu adalah PT Bursa Komoditi Nusantara sebagai Penyelenggara Bursa Aset Kripto dan PT Kliring Berjangka Indonesia sebagai Lembaga Kliring Berjangka untuk Penjaminan dan Penyelesaian Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto.

Baca Juga :   Anggota Komisi VI: Buka Blokir Rekening Efek Bila Tak Terkait Jiwasraya

Bappebti juga menetapkan PT Tennet Depository Indonesia sebagai Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto.

Hasan menegaskan semua proses yang sudah dilakukan di Bappebti ini tetapi diakui oleh OJK.

“Dari sisi kerangka perizinan, kami melakukan penerbitan surat penegasan pengakuan kami atas persetujuan perizinan yang sudah lebih dulu diselesaikan di Bappebti terhadap 19 penyelenggara. Tiga diantaranya adalah Bursa, Kliring dan Tempa Penyimpan dan 16 adalah lembaga pedagang aset keuangan digital termasuk aset kripto,” ujarnya.

OJK juga sudah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (POJK AKD AK) dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 20/SEOJK.07/2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (SEOJK AKD AK) yang memuat pokok-pokok peraturan terkait.  

Hasan mengatakan, saat ini jumlah aset kripto yang diperdagangkan di Indonesia sebanyak 1.396 aset kripto.

“Ini yang secara periodik berdasarkan POJK kami akan dilakukan evaluasi berkala setidaknya tiga bulan sekali,” ujarnya.

Baca Juga :   REI Minta Insentif dari Pemerintah dan OJK

Animo terhadap aset kripto di Indonesia terbilang tinggi. Hal ini, kata Hasan, terlihat dari pertumbuhan signifikan jumlah investor.

“Animo dan minat publik masyarakat kita untuk menjadi investor dan pemilik aset kripto ini luar biasa pertumbuhannya. Di posisi Desember 2024, tercatat tidak kurang 22,91 juta akun pengguna atau investor yang membukakan rekening di berbagai penyelenggara platform perdagangan,” ujarnya.

Selain masih terus berkoordinasi dengan Bappebti, OJK, kata Hasan, kini melakukan pengawasan real time terhadap transaksi aset kripto di Indonesia.

“Ada satu fasilitas dan ruangan khusus untuk kegiatan monitoring transaksi yang pada persiapannya juga kami menerima data secara real time dari para penyelenggara perdagangan aset kripto ini, terutama dari lembaga bursa, kliring dan tempat penyimpanan, di luar pedagangnya sendiri,” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics