
Menko Perekonomian: Perkebunan Kelapa Sawit Miliki Potensi Besar Carbon Trade

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto/Ekon
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan perkebunan kelapa sawit memiliki potensi besar dari dalam mendorong industri carbon trade atau perdagangan kredit karbondioksida (CO2).Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin dari industri perdagangan karbon atau carbon capital karena kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Hal tersebut diungkapkan juga saat menghadiri World Economic Forum (WEF) beberapa waktu.
“Jadi kemarin dalam WEF, mereka mengapresiasi karena Indonesia juga menyiapkan carbon credit. Carbon credit ini berdasarkan fotosintesis, dan tidak ada pohon yang tidak membuat fotosintesis termasuk kelapa sawit. Sehingga indonesia ini berpotensi menjadi carbon capital,” kata Airlangga di Grand Sahid Hotel, Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Airlangga memberikan contoh bahwa dengan potensi lahan kelapa sawit sebesar 14 juta hektar (Ha), Indonesia berpotensi untuk menghasilkan efek penyerapan CO2 (carbon sink) sebesar 340 juta ton, hanya dari penanaman perkebunan sawit. Jika mempertimbangkan hasil penyerapan karbon dari hutan tropis, mangrove, dan coral maka jumlah kredit karbon yang dapat dihasilkan oleh Indonesia meningkat lebih jauh lagi.
“Kita punya banyak potensi yang bisa didorong, bahkan dengan mendorong zero carbon ekonomi agar negara yang tidak punya carbon (sink) harus beli dari kita. Mekanisme itu akan kita dorong,” tandasnya.
Selain itu, untuk melawan kampanye negatif dari Uni Eropa (UE) kepada minyak sawit atau crude palm oil (CPO), Airlangga mengatakan pemerintah akan melawan sentimen tersebut, tidak hanya melalui pembelaan (defensive) tapi juga dengan mengkampanyekan potensi perkebunan sawit dari segi pelestarian lingkungan dan carbon trading.
Wakil Direktur Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Dupito D. Simamora juga sepakat dengan pernyataan Airlangga. Ia pun mengatakan bahwa kedepannya CPOPC akan mulai mendorong kampanye positif dari industri CPO. Menurutnya, di Asia Tenggara, sekitar 25 juta orang, yang berada di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina bergantung kepada industri CPO.
Oleh karena itu, Dupito mengatakan hal tersebut juga berkaitan dengan Sustainable Development Goals 2030 (SDGs) yang telah disepakati oleh seluruh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk UE, dimana melalui industri sawit negara-negara produsen sawit dapat memenuhi komitmen SDGs dari segi lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Leave a reply
