
Anggota Komisi VI Ini Usulkan Pemanggilan Kimia Farma Bahas Kelangkaan Yodium

Anggota Komisi IV DPR Luluk Nur Hamidah/Iconomics
Komisi VI DPR berencana memanggil PT Kimia Farma Tbk (KAEF) karena menghentikan produksi yodium. Karena penghentian produksi itu, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kesulitan mendapatkan barang tersebut di Kimia Farma sehingga mereka menghentikan produksi garam konsumsi.
“Saya harap demikian (bisa memanggil Kimia Farma), agar dapat penjelasan langsung. Apalagi yodium sangat penting kan untuk kebutuhan kita,” kata anggota Komisi VI Luluk Nur Hamidah kepada The Iconomics di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (28/5).
Kendati berencana memanggil Kimia Farma, Luluk akan tetapi belum bisa memastikan jadwalnya. Yang pasti Luluk akan mengkomunikasikan kelangkaan yodium itu kepada anggota Komisi VI lainnya.
“Ya belum tahu. Saya juga baru tahu ini. Saya infokan di komisi. Kimia Farma perlu menjelaskan apa betul tak lagi produksi karena sumur bor tidak lagi menghasilkan kualitas yang bagus atau ada sebab lain?” kata Luluk.
Luluk tidak mau berandai-andai apa yang menyebabkan kelangkaan yodium itu selain masalah sumur bor. “Konon juga karena serapan dalam negeri terus berkurang. Jadi yang benar yang mana? Permintaan berkurang, produksi turun karena kualitas sumur nggak bagus, atau ada hal lain?” kata Luluk.
Yang penting, kata Luluk, kekurangan yodium di dalam negeri pad akhirnya menyebabkan dampak serius. Karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah serius untuk menangani masalah ini.
“Kekuarangan yodium akan berdampak serius bagi kesehatan. Kami minta pemerintah ambil langkah serius. Pemerintah harus seriuslah. Masak iya kita sampai krisis yodium sih?” katanya.
Sejumlah produsen di berbagai daerah mengaku kesulitan mendapatkan yodium untuk memproduksi garam konsumsi. Bahkan para produsen tidak bisa mendapatkan yodium tersebut yang biasa tersedia di Kimia Farma. Mengapa?
Perusahaan milik negara itu rupanya memutuskan menghentikan aktivitas operasional penambangan sumur yodium. Keputusan itu, menurut Corporate Communication Kimia Farma Hilda Shinta, menjadi faktor yang menyebabkan produsen garam kesulitan mendapatkan yodium di sejumlah daerah.
“Saat ini Perseroan sudah tidak melakukan aktivitas operasional penambangan sumur yodium. Karena kadar yodium di sumur-sumur milik Perseroan terus menurun, dan sudah melewati batas tingkat keekonomisan,” kata Hilda saat dihubungi wartawan The Iconomics, Jumat (24/5).
Secara terpisah, Ketua Koperasi Produsen Taman Garam Aufa Marom mengatakan, sejumlah produsen garam di wilayah Pekanbaru, Pasuruan, Lampung, Jawa Tengah, dan Madura kesulitan untuk mendapatkan yodium. Padahal, harga yodium di pasaran saat ini masih tergolong normal.
Karena itu, kata Aufa, pihaknya tetap khawatir apabila kondisi tersebut tidak segera ditangani, karena bisa saja harganya akan merangkak naik. Untuk saat ini, harga yodium sudah menyentuh Rp 1,1 juta per 500 gram dan biasanya bisa dibeli di PT Kimia Farma Tbk.
“Kalau harga masih normal, hanya saja jika ada sidak dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), lantas di gudang tidak ada yodium bisa bermasalah juga,” kata Aufa kepada wartawan The Iconomics, Kamis (23/5).
Karena kesulitan mendapatkan yodium, kata Aufa, pihaknya harus menghentikan sementara aktivitas produksinya. Hal itu terpaksa dilakukan karena kalah pangsa pasar dengan produsen garam yang lebih besar.
“Kimia Farma saya tanyakan lagi kosong. Sebelumnya bisa beli di sana. Kemarin saya hanya membantu mencarikan yodium untuk pelanggan saya Riau. Dan teman-teman garam yang saya sebutkan tadi juga sebagian kesulitan,” Aufa menambahkan.
Leave a reply
