Bahas RUU EBET, Begini Usul Kementerian ESDM kepada Komisi VII, Apa Saja?
Komisi VII DPR akan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dengan pemerintah karena masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024 dan Prolegnas 2022. RUU tersebut merupakan inisiatif dari DPR dan ditetapkan dalam sidang paripurna pada Juni lalu.
Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan surat kepada DPR pada 25 Agustus 2022 terkait penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU EBET. Berdasarkan itu, maka Komisi VII dinilai berkewajiban membahasnya bersama pemerintah.
Adapun perwakilan pemerintah untuk membahas RUU tersebut meliputi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Ham, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Komite II DPD.
“Itu sebabnya, pada hari ini kami melaksanakan rapat kerja bersama menteri ESDM, menteri LHK, menteri BUMN, menteri Keuangan, dan Komite II DPD dengan agenda pengantar musyawarah RUU EBET,” kata Sugeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/11).
Dalam rapat tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pihaknya mengusulkan agar fleksibilitas sumber dan peruntukan dana EBET dapat diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Selanjutnya, pengelolaan dana EBET akan dilaksanakan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan.
“Pemerintah sangat mendukung pengutamaan produk dan potensi dalam negeri dalam pengembangan EBET,” kata Arifin.
Lebih jauh Arifin mengatakan, pemerintah juga mengusulkan agar pengutamaan produk dan potensi dalam negeri perlu mempertimbangkan 3 hal. Ketiga hal itu adalah ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri, harga EBET yang tetap kompetitif dan pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan EBET.
Usulan lainnya, kata Arifin, adanya pengaturan bahwa dalam hal badan usaha masih mengimpor teknologi dapat bekerja sama dengan pihak terkait di dalam negeri dan/atau luar negeri untuk mengaudit teknologi dan alih teknologi secara bertahap menuju kemandirian yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Hal ini diperlukan untuk mendorong dan memperkuat pengembangan industri EBET dalam negeri,” kata Arifin.