Komisi III DPR Pilih Arsul Sani Jadi Hakim MK, Begini Alasannya
Komisi III DPR resmi memilih Arsul Sani sebagai calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Arsul terpilih sebagai usulan DPR dengan suara terbanyak dari 7 calon hakim MK yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan pada 25-26 September 2023.
Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir mengatakan, dari hasil rapat, 9 fraksi memutuskan memilih Arsul sebagai hakim MK untuk menggantikan Wahiduddin Adams yang akan memasuki masa pensiun pada Januari 2024. “Karena itu Komisi III memutuskan bahwa calon yang diusulkan DPR menjadi hakim konstitusi menggantikan Bapak Wahiduddin Adams adalah Bapak Arsul Sani,” kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9).
Sebelumnya ada 7 calon hakim MK yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III. Mereka adalah Reny Halida Ilham Malik, Firdaus Dewilmar, Elita Rahmi, Aidul Fitriciada Azhari, Abdul Latif, Haridi Hasan, dan Arsul Sani.
“Demikian proses jalannya uji kelayakan sampai dengan pengambilan keputusan dan alhamdulillah semua berjalan dengan lancar. Kami ucapkan selamat berjuang,” ujar Adies.
Sementara itu, Ketua Komisi III Bambang Wuryanto mengatakan, alasan terpilihnya Arsul Sani sebagai hakim MK karena dinamika perundang-undangan yang disepakati di DPR, terkadang dalam prosesnya mengalami penolakan dari beberapa pihak. Sosok Arsul Sani dinilai juga memiliki kapasitas dan pemahaman yang cukup dalam bidang konstitusi.
Selain berlatar belakang pendidikan hukum, Arsul merupakan anggota DPR yang merangkap sebagai wakil ketua MPR. “Jadi secara pemahaman konstitusi beliau (Arsul) sangat paham. Secara pembuatan undang-undang, pembentukan undang-undang, beliau sudah cukup paham,” ujar Bambang.
Selain itu, kata Bambang, Arsul Sani dinilai mewakili DPR di tingkat hakim MK. Terlebih dari 9 hakim MK, 3 hakim MK dari DPR, 3 dari Mahkamah Agung, dan 3 dari pemerintah.
Tidak adanya keterwakilan DPR pada hakim MK yang sebelumnya, kata Bambang, menjadi polemik yang pada akhirnya justru memunculkan masalah di tingkat DPR. Masalah tersebut muncul ketika undang-undang yang sudah disahkan, diajukan uji materi atau judicial review karena dianggap tidak sesuai.
“Kita tidak pernah diajak bicara tiba-tiba dibatalkan, kita sudah kerja keras dibatalkan. Kenapa? Karena mohon maaf yang dari DPR kemarin tidak ada satupun yang punya profesi sebagai DPR. Memahami SOP (standar operasional prosedur) yang ada di DPR. Itu salah satu pertimbangan beberapa kawan. Kemudian memilih Pak Arsul Sani,” ujar Bambang.